Oleh
Syaikh DR. Abu Anas Muhammad Musa Alu Nashr
Kita patut bersyukur kepada Allah lantaran dakwah salafiyah mubarokah
yang diemban oleh para ulama dan para da’inya yang mukhlisin merambah
penjuru dunia. Namun perlu juga diketahui bahwa dakwah salafiyah, dakwah
para nabi ini tidak luput dari para pencela, pembuat keraguan dan
kerancuan (syubhat) sepanjang zaman, mulai nabi Nuh hingga nabi kita
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula para da’i
pengemban dakwah ini mendapat perlakuan yang sama. Allahul Musta’an.
Berikut syubhat-syubhat yang dilemparkan sekaligus bantahannya yang
direkam dan ditulis oleh Syaikh DR Abu Anas Muhammad Musa Alu Nashr,
murid Al-Imam Al-Albani Rahimahullah dalam kitab Madza Yanqimuna minas
Salafiyah.
1. NAMA SALAFIYAH BENTUK HIZBIYAH DAN BID’AH
Sementara penentang menuduh bahwa nisbah kepada salafiyah merupakan
bentuk hizbiyah bid’ah, sama seperti nama Ikhwan Muslimin, Hizbut Tahrir
dan Jama’ah Tabligh. Mereka tidak tahu bahwa intisab kepada salafiyah
adalah intisab kepada generasi panutan, para sahabat dan tabi’in,
generasi terbaik yang direkomendasikan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Penyandaran kepada salaf berarti penyandaran kepada
umat yang maksum, yang terjaga dari kesalahan dan umat yang diridhai
Allah, firmanNya.
“Artinya : Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya”.[Al-Bayyinah : 8]
Sangat berbeda antara orang yang menyandarkan diri kepada seorang
mujtahid yang kadang benar kadang salah, fanatik kepadanya, loyal dan
benci karenanya dengan seseorang yang menyandarkan diri kepada suatu
kaum yang selamat, terjaga dari penyimpangan dan kesesatan ketika muncul
perselisihan.
“Artinya : Dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan
semua masuk neraka kecuali satu. Beliau ditanya : ‘Siapa mereka wahai
Rasulullah ?’ Jawaban beliau : ‘Mereka adalah orang-orang yang berada di
atas apa yang aku dan sahabatku berada di atasnya”. [Abu Dawud 4586,
Tirmidzi 2640, Ibnu Majah 3991 Ahmad 2/332]
Inilah salafiyah yang mana Islam yang murni, bersih dari semua bid’ah
dan kesesatan terbangun di atasnya. Inilah Islam yang dibawa oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dijalankan oleh para sahabat
dan ditempuh oleh generasi terbaik. Mengapa kalian membolehkan setiap
jama’ah Islamiyah untuk menyandarkan diri kepada orang-orang yang tidak
maksum tetapi justru melarang penyandaran kepada umat yang terjaga dari
kesesatan dan kepada salaf shalih dari kalangan tabi’in dan para imam
yang mendapat petunjuk. Mereka terjauhkan dari hizbiyyah sempit lagi
berbahaya yang memecah belah umat. Syaikh kami Al-Albani berkata : Terus
terang, kami memerangi hizbiyah, karena hizbiyah selaras dengan ayat.
“Artinya : Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”.[Ar-Ruum : 32]
Islam tidak mengenal hizbiyah. Hanya ada satu hizb (golongan) yang ditetapkan oleh Allah yaitu:
“Artinya : Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung”. [Al-Mujadilah : 22]
Hizb Allah adalah golongan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka hendaknya seseorang itu berada dalam manhaj para sahabat. Semua ini
harus didasari pengetahuan tentang Al-Qur’an dan Sunnah.
Ketika ditanya tentang hakekat salafiyah, beliau menjawab : “Ketika
kita menyebut salaf maka yang kami maksud adalah golongan yang terbaik
di muka bumi ini setelah para rasul dan nabi”. Mereka adalah para
sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, generasi awal. Lalu
diikuti para tabi’in yang muncul pada abad kedua, lalu atba’ tabi’in
yang muncul pada abad ketiga. Tiga generasi inilah yang disebut salaf.
Mereka adalah umat terbaik. Jika mereka merupakan umat terbaik secara
mutlak maka tidak ada lagi setelah Rasul manusia yang lebih baik dari
mereka seperti yang aku sebutkan. Jika kita menyandarkan diri kepada
salaf artinya kita menyandarkan kepada generasi terbaik. Namun perlu
dicatat bahwa penyandaran ini bukanlah kepada individu tertentu atau
kepada jama’ah yang mungkin saja tersalah atau jatuh dalam kesesatan,
baik secara menyeluruh atau sebagian.
Beliau ditanya : Mengapa harus menamakan salafiyah, apakah dia dakwah
hizbiyah, kelompok atau madzhab, ataukah kelompok baru dalam Islam ?
Beliau menjawab : Sesungguhnya kata salaf itu sudah dikenal dalam bahasa
arab dan dalam istilah syar’i. Yang perlu kita bahas adalah pengertian
selamat secara syar’i. Telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, ketika beliau sakit yang membawa kematian, beliau berkata kepada
Fatimah : Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah, sebaik-baik salaf
bagimu adalah aku’. Ulama sering mempergunakan kata salaf, sehingga
tidak bisa lagi dihitung. Cukup satu contoh saja, yaitu kalimat yang
dipakai ulama untuk memerangi bid’ah, yakni.
“Artinya : Setiap kebaikan itu dalam pengikutan kepada salaf. Dan
setiap kejelekan di dalam perbuatan bid’ah orang-orang khalaf”.
Tetapi ada sementara orang yang mengaku berilmu mengingkari
penisbatan ini, dengan sangkaan penisbatan ini tidak ada asalnya.
Katanya : Seorang muslim tidak boleh berkata : “Saya Salafi”, sepertinya
dia mengatakan : Tidak boleh seorang muslim itu mengatakan : “Saya
mengikuti salaf shalih, dalam akidah, ibadah dan akhlak mereka”. Tidak
ragu lagi bahwa pengingkaran semisal ini -kalau sengaja- melazimkan dia
untuk berlepas diri dari Islam yang benar yang dijalani oleh para salaf
shalih, dimana pemimpin mereka adalah Nabi Shallalahu a’laihi wa sallam,
seperti diisyaratkan oleh hadits mutawatir dalam shahihain ‘Manusia
terbaik adalah zamanku, lalu orang-orang setelah mereka dan setelahnya
lagi’.
Maka seorang muslim tidak boleh berlepas diri dari penisbatan kepada
salaf shalih, sedang kalau dia berlepas diri dari penisbatan kepada
siapapun tidak mungkin bagi seorang ulama pun untuk menisbatkannya
kepada kekafiran atau kefasikan.
2. SALAFIYUN HANYA BERKUTAT PADA MASALAH PARSIAL (JUZ), MELALAIKAN MASALAH SECARA KOMPREHENSIF DAN MASALAH MENDASAR.
Ini juga termasuk kedustaan mereka. Sebab dakwaan salafiyah -itu dengan
memuji Allah- mengimani Islam secara menyeluruh. Berangkat dari firman
Allah.
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan”.[Al-Baqarah : 208]
Dan firmanNya yang mencela orang-orang yang mencomot agama sesuai hawa nafsu mereka.
“Artinya : Apakah kamu beriman kepda sebahagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain?”.[Al-Baqarah : 85]
Kewajiban utama dakwah salafiyah adalah dakwah tauhid, peribadatan
kepada Allah, membimbing umat di atas manhaj Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan mengarahkan mereka agar memperhatikan sunnah
beliau yang telah dijauhi manusia dan menghidupkannya. Semua itu
merupakan bagian dari program dan manhaj dakwah salafiyah bukan bagian
dasar-dasar dan rukun-rukun Islam. Orang-orang yang menyelisihi dakwah
ini telah keliru dengan mensifati sunnah-sunnah seperti siwak,
memanjangkan jenggot, memendekkan celana, sutrah, dan selainnya sebagai
masalah kulit (bukan isi).
“Artinya : Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka ;
mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta”.[Al-Kahfi : 5]
Orang-orang yang bingung itu tidak mengetahui bahwa Islam itu
semuanya inti. Kulit itu hanyalah apa-apa yang ada dalam gambaran mereka
dan pemikiran mereka dan pemikiran mereka yang busuk. Adapun wahyu,
berupa Al-Qur’an dan Sunnah semuanya benar dan inti. Siapapun yang
menghina satu saja darinya maka kafir. Siapa yang mensifati apa-apa yang
dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai kulit (masalah
sepele) benar-benar berada pada tepi jurang yang dalam.
3. DA’WAH SALAFIYAH MENYEPELEKAN POLITIK BAHKAN TIDAK SAMA SEKALI.
Ini juga termasuk kedustaan yang sangat jelas dan kedhaliman yang buruk.
Salafiyin memandang bahwa politik termasuk agama. Tetapi politik yang
mana ? Apakah politik surat kabar, majalah dan agen-agen penyiaran
Yahudi dan Salibis ?! Ataukah politik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para sahabatnya ? Ataukah politik demokrasi, rekayasa
orang-orang kafir yakni : Pemerintah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat ?! Ataukah politik ulama Islam yang berkata : “Politik adakah
hukum Allah karena Allah, dengan mendasarkan pada kitab Allah dan sunnah
RasulNya, berangkat dari dasar-dasar musyawarah yang ditetapkan Islam”.
Apakah politik yang berbentuk penetapan kebenaran dengan system
voting dalam parlemen ? Meskipun dalam rangka mendukung kekejian,
kemungkaran, kesyirikan, klub malam atau pabrik minum keras ?! Ataukah
berupa politik.
“Artinya : Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia”. [Yusuf : 40]
Oleh karena itu salafiyun tidak memakai sarana kebatilan untuk meraih
kebenaran. Sebab tujuan itu tidak menghalalkan segala cara. Mereka
(salafiyun) tidak berjihad untuk kemenangan orang-orang brengsek, tidak
meminta pertolongan kepada orang-orang musyrik, dan selamanya tidak
menambah jumlah dengan beraliansi dengan orang-orang munafik. Mereka
menolak jumlah banyak namun seperti buih yang tidak mengandung
sifat-sifat syar’i.
4. BODOH TERHADAP WAQI’ (REALITA UMAT) DAN TIDAK ACUH DENGAN PERKARA UMAT INI.
Yang dimaksud fiqhul waqi’ oleh mereka adalah mengetahui rencana-rencana
dan program-program (musuh) untuk menghancurkan umat Islam berupa
konferensi-konferensi, mencermati kantor berita dunia dan kemampuan
untuk mencari solusi dalam bidang politik.
Kita katakan : “Realita umat Islam yang menyakitkan ini tidak samar
lagi bagi orang yang mempunyai dua mata, dan tidak ada yang tidak
mengetahuinya kecuali orang yang buta hati dan matanya. Karena realita
ini merupakan buah pahit dari dampak kemaksiatan dan jauhnya umat dari
manhaj Allah. Hal ini telah dijelaskan Allah dalam kitabNya dan melalui
lisan rasulNya. Solusi dari realita pahit ini adalah kembali kepada masa
lampau yang bercahaya yang tersinari kitab Allah, sunnah (Rasul), ilmu
dan amal para salaf dari para sahabat dan tabi’in. Inilah yang
senantiasa didengungkan oleh salafiyun pagi dan sore. Oleh karena itu
waktu dan pengalaman membuktikan bahwa orang-orang yang memahami kitab
dan sunnah di zaman ini semisal Al-Albani rahimahullah, Ibnu Baz
rahimahullah, Ibnu Utsaimin rahimahullah dan para murid mereka,
merekalah yang benar-benar memahami realita umat.
Walaupun mereka dituduh sebagai ulama pekerja dan ulama haids dan
nifas. Sungguh suatu kedhaliman dan kedustaan. (Contohnya) Peringatan
syaikh kami Al-Albani rahimahullah kepada para pemuda Aljazair yang
bersemangat tinggi (untuk tidak berkecimpung dalam pesta demokrasi)
masih terngiang di telinga kami. Beliau telah memperingatkan mereka dari
fitnah sebelum meletus. Kamipun telah memperingatkan dalam majalah
Al-Ashalah Suara Salafi dan Mimbar As-Salafi yang istimewa terhadap
perang di Yaman sebelum meletus empat bulan sebelumnya.
Ulama yang mendalami Al-Kitab dan Sunnah, merekalah orang-orang yang
memiliki bashiroh (ilmu mendalam) dan ahli perang. Karena mereka itu
memperhatikan dan mencermati (waqi’) berdasarkan cahaya Allah Azza wa
Jalla, seperti disebutkan dalam hadits (Qudsi) :
“Artinya : Aku adalah pendengarannya ketika ketika dia mendengar, Aku
adalah matanya ketika dia melihat dan Aku adalah tangannya ketika dia
menjangkau”.[Hadits Riwayat Bukhari 6137]
Adapun orang-orang yang selalu mengaok (berkoar-koar, peny), bertepuk
tangan membela orang-orang rendahan dan berbekal semangat saja,
bagaimana mungkin mereka mengetahui realita umat apalagi masa depan
mereka. Siapa yang tidak mengetahui masa lalu yang bersinar niscaya
tidak akan mengetahui kenyataan dirinya yang tercebur dalam kerusakan,
kesesatan dan penyimpangan. Apakah orang yang mendukung Khomeini yang
binasa itu dapat mengetahui realita dengan semestinya ? Bisa jadi dia
menjadi pendukung nomor wahid dan penyanjungnya bahkan bertasbih dengan
memujinya. Ketika dikemukakan pendapat salafiyun tentang jati diri
syi’ah dan permusuhan mereka kepada Ahlu Sunnah, mereka menuduh :
“Kalian para da’i fitnah, da’i pemecah belah umat, kalian membuat
kerusakan!”. Mereka lebih mengutamakan syi’ah ketimbang saudaranya, Ahlu
Sunnah, Salafiyuun.
Apakah orang yang beraliansi dengan partai Ba’ts di Irak lalu
memerangi partai Ba’ts di Suriah padahal keduanya adalah satu agama
yaitu Ba’ts “memahami fiqhul waqi?” Slogan mereka adalah Aku mengakui
Ba’ts sebagai rabbku, tiada sekutu baginya dan Eropa adalah ilahku tiada
duanya. Mereka semuanya terlahir dari godokan Michael Aflaq, lalu
dimana wala’ (loyalitas) dan bara'(lepas diri) ?
“Artinya : Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”.[Al-Hajj : 46]
Apakah orang-orang yang bergabung dalam program mempererat
nasionalisme memahami fiqhul waqi’? padahal program itu menyelisihi
syari’at dan aqidah, tidak memperdulikannya, bahkan membuang jauh-jauh
syari’at, lantas berhukum dengan undang-undang bikinan manusia yang
diimpor dari barat dan timur !
Apakah orang yang menghasut para pemuda untuk keluar (dari ketaatan
kepada pemerintah ,-pen), takfir (mengkafirkan orang) dan melakukan
pengeboman di pemukiman yang jauh dari medan jihad dan kancah peperangan
memahami waqi’? Padahal pemukiman itu berada di hotel, tempat umum dan
kedutaan-kedutaan tanpa membedakan antara orang kafir yang boleh
diperangi dengan yang berada dalam perlindungan, muslim dengan kafir,
anak-anak dan wanita, orang tua dan pemuda.
Salafiyun sangat memahami waqi’ berdasarkan firman Allah.
“Artinya : Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri”.[Ar-Ra’du : 11]
Dan sabda Rasulullah.
“Artinya : Jika kalian berdagang dengan system ‘ienah, dan kalian
ambil ekor-ekor sapi, kalian rela dengan pertanian dan kalian tinggalkan
jihad niscaya Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian, tidak akan
dihilangkan kehinaan itu sehingga kalian kembali ke agama
kalian”.[Hadits Riwayat Abu Dawud 3462]
Saudara kami yang mulia Syaikh Sa’d bin Syayim berkata : “Orang alim
adalah orang yang menghabiskan umurnya untuk menorehkan ilmu dan
mengabdikan diri untuk ilmu, bersumber dari dua wahyu selaras dengan
pemahaman salaf shalih, meresapkan ilmu dengan darah mereka lalu
menancapkan di hati. Mereka tidak berbicara kecuali dengan ilmu, hati
yang mantap, kokoh pijakan dan dari ujung kaki hingga ujung kepala
dipenuhi dengan ilmu. Bukanlah orang yang berteriak dan berkaok lantas
menjadi ulama. Bahkan di jaman kita ini terlalu banyak para pengkhotbah
dan sedikit ulamanya, seperti dikatakan Ibnu Mas’ud.
Siapa yang menolong orang yang berbuat kebatilan sungguh dia telah
berbuat dhalim. Semua itu adakalanya mencela ulama tersebut karena
membela sunnah dan memperjuangkannya, atau karena para ulama itu tidak
mau mengikuti aturan golongan mereka. Ulama yang tidak mau bergabung
dengan mereka dijuluki tidak paham atau tidak peduli terhadap realita.
Lalu membuat tuduhan dusta kepada ulama, berupaya menjauhkan manusia
dari mereka dan memandang mereka dengan muak dan meremehkan.
Demikianlah, jembatan dibentangkan mulai dari sekedar mencela dan
mencerca sampai kata beliau (Syaikh Syayim) : “Dan penghinaan kepada
ulama tidak terbatas pada diri mereka namun sampai kepada apa yang
mereka emban berupa ilmu dan agama. Allah akan membela orang-orang yang
beriman dan memperhatikan orang-orang yang shalih. Bahkan mencela ulama
itu merupakan pintu menuju kemurtadan”.
“Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahNya
takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”.[An-Nuur : 63]
Demikian nukilan dari syaikh Sa’d bin Syayim. Saya katakan :
“Sesungguhnya orang-orang yang terdidik di atas Al-Qur’an, sunnah dan
pemahaman generasi terbaik merekalah yang memahami realita umat dan masa
depan mereka. Sebab mereka mengerti masa lalu umat yang bersinar.
Sedangkan orang-orang yang menggeluti koran, majalah, analisa politikus,
pengamat politik dan kantor berita asing dan internet ditambah
kebodohan mereka yang sangat kentara terhadap Al-Qur’an, sunnah, ilmu
syar’i, pelecehan dan pencelaan kepada ulama rabbani, merekalah
sesungguhnya yang paling bodoh terhadap realita umat.
Kami tidak mengecilkan pengetahuan tentang rekayasa musuh-musuh Islam
dan waspada terhadap program dan rencana mereka. Tetapi tuduhan kepada
ulama rabbani semisal Ibnu Baz rahimahullah, Al-Albani rahimahullah dan
Ibnu Utsaimin rahimahullah, bahwa mereka bodoh terhadap realita umat
adalah kedhaliman dan kedustaan, dan membuat para pemuda lari dari ulama
mereka. Inilah fitnah yang merambah yang membuat kerusakan bagi umat.
5. SALAFIYUN MENCARI MUKA DIHADAPAN PEMERINTAH DAN TIDAK BERBICARA DENGAN KEBENARAN
Ini juga suatu dusta, tidak ragu lagi. Bagaimana sikap salafiyun ketika
menduduki jabatan di kementrian, dewan fatwa dan hakim di negara Islam ?
Tiada lain mereka memerangi ahli bid’ah sejak puluhan tahun. Apabila
mereka mau main mata, munafik dan menjual ilmu niscaya mereka
mendapatkan posisi yang diraih oleh selain mereka. Tetapi salafiyun
menghukumi perbuatan tersebut sebagai munafik.
Bahkan mereka tidak membolehkan masuk parlemen agar tidak menjadi
jembatan bagi undang-undang bikinan manusia dan hukum thagut dan supaya
tidak menjadi perpanjangan kebatilan. Siapa diantara mereka yang
menyimpang lalu memuji pemerintah dalam kebatilan atau mengambil muka
atau bersikap munafik maka dia tidak mewakili kecuali dirinya sendiri.
Salafiyah dan salafiyun berlepas dari perbuatannya, tidak bisa menerima
dan tidak meridhainya. Tetapi mereka akan menasehati dan memberi
peringatan lantas diisolasi. Allah tidak membebani hamba kecuali dengan
apa-apa yang dia sanggupi.
Salafiyun, merekalah yang berbicara blak-blakan dengan didasari
hikmah dan nasehat yang baik bukannya dengan mengompori, mempropaganda
atau menghasut untuk mengkafirkan, pengeboman dan menentang pemerintah.
Ini dia Imam Al-Albani, kami tidak pernah mengetahui beliau sehari saja
menemui pemerintah, ditanya, memuji atau mecari muka pemerintah. Yang
kami ketahui beliau bersikap seimbang dalam mencintai dan membenci.
Inilah manhaj Islam yang benar dan adil tidak ifrath (ekstrim) dan
tafrith (melalaikan).
Salafiyah menyeru untuk menasehati pemerintah dan tidak membutuhkan
harta, kedudukan dan kemuliaan mereka. Sebagaimana salafiyah tidak
menghasut untuk kudeta dan merebut kekuasaan mereka. Tidak boleh keluar
dari ketaatan kepada pemerintah kecuali nampak kekufuran nyata, disertai
syarat lengkap dan hilangnya penghalang. Inilah yang ditegaskan oleh
para ulama rabbani yang mendalam ilmunya, bukannya orang awam dan para
pengembala yang kerjanya berteriak dan berkoar-koar.
6. MELALAIKAN JIHAD
Jihad adalah puncak ajaran Islam, hal ini tidak diperselisihkan. Banyak
sekali ayat yang memotivasi untuk berjihad dan hadits-hadits shahih juga
masyhur. Tetapi jihad itu memiliki kaidah, syarat dan tatanan.
Salafiyun tidak berpegang untuk membela bendera jahiliyah. Karena jihad
itu disyariatkan hanya untuk menegakkan syari’at Allah.
“Artinya : Supaya agama itu semata-mata untuk Allah”.[Al-Anfal : 39]
Jihad juga mengharuskan adanya imam (pemimpin), bendera Islam,
pendidikan jihad, bekal dan persiapan. Jihad menurut salafiyun adalah
jihad berdasarkan ilmu yang mendalam dan tujuan yang jelas. Bilamana
bendera, dan tujuan telah jelas mereka tidak akan ketinggalan. Saksinya
adalah bumi Palestina, Chechnya, Afghanistan, Balkan dan Kashmir.Mereka
berjihad di punggung kuda untuk mencapai kemenangan atau meraih
kesyahidan atau kekuasaan bagaimanapun bentuknya. Namun tujuan tidak
menghalalkan segala cara. Salafiyun memompakan semangat jihad dilandasi
pemahahaman seperti ini dan tidak pernah mengendurkan semangat.
7. TIDAK MEMPUNYAI PROGRAM KE DEPAN YANG JELAS DAN PROGRAM PERBAIKAN SECARA KOMPREHENSIF
Tuduhan bahwa manhaj salaf tidak memiliki program perbaikan secara
komprehensif, ini adalah kedustaan. Sebab manhaj salaf itu mereguk
kaidah dan asasnya dari Al-Qur’an, Sunnah dan peninggalan para sahabat,
tabi’in. Sedang mereka memahami agama ini dari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabat untuk diterapkan pada kehidupan nyata
dan masyarakat mereka. Kemudian mereka mentrasnfer ilmu ini kepada
generasi sesudahnya. Tidak samar lagi bagi orang yang berakal bahwa
kemenangan, kebaikan dan kemuliaan, muncul di tengah umat ini (tiga
kurun utama) hanyalah karena dilandasi mengikhlaskan agama ini bagi
Allah dan hanya mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Merekalah generasi yang terbaik dan utama yang telah dipuji
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan sabdanya : “Sebaik-baik
manusia adalah orang-orang dimasaku, orang-orang sesudah mereka dan
sesudahnya”. Berawal dari sini terlontarlah ucapan Imam Malik
rahimahullah : “Tidak akan sukses umat ini kecuali dengan apa-apa yang
telah membuat sukses generasi awal”. Generasi awal itu meraih kesuksesan
lantaran mereka hanya mengesakan Allah dan hanya mengikuti Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah yang selalu didengungkan salafiyun
yang kemudian dinamakan Tashfiyah dan Tarbiyah.
Tashfiyah adalah pemurnian secara menyeluruh ajaran Islam dari anasir
di luar Islam, baik dalam aqidah, fiqh, tafsir, ilmu dan amalan.
Tarbiyah adalah mendidik umat di atas agama yang telah dimurnikan tadi,
seperti disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
menggambarkan kelompok yang selamat : “Mereka adalah orang-orang yang
menempuh manhaj yang aku dan sahabatku menempuhnya”.
Adapun program ke depan, cukuplah bagi kita firman Allah.
“Artinya : Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada
harganya ; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di
bumi”. [Ar-Ra’du : 17]
“Artinya : Jika kamu menolong (agama) Allah,niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”.[Muhammad : 7]
“Artinya : Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang
tiada di sangka-sangkanya”. [At-Thalaq : 2-3]
Sabda RasulNya.
“Artinya :Demi Allah, Dia akan menyempurnakan urusan ini hingga
seorang berkendara dari Shan’a menuju Hadramaut, dia tidak takut kecuali
hanya kepada Allah dan tidak takut serigala akan menerkam kambingnya,
tetapi kalian terburu-buru”. [Hadits Riwayat Bukhari 3416]
Masa depan hanya di tangan Allah dan Dia telah menanggungnya. Balasan
itu tergantung amalan. Yang penting kita beramal sesuai perintah Allah
dan RasulNya, sedang hasil itu di tanganNya. Ini tidak menghalangi untuk
saling membantu dengan didasari Al-Qur’an dan Sunnah. Bukan berdasarkan
perkumpulan hizbiyah yang memecah belah umat menjadi kelompok-kelompok.
Perkumpulan ini tidak memberi sumbangan kepada umat kecuali kerusakan
sepanjang masa.
8. DAKWAH SALAFIYAH, DAKWAH PEMECAH BELAH DAN PEMANTIK FITNAH
Mereka tidak menuduh demikian melainkan karena dakwah ini memilah antara
yang jelek dengan yang baik. Inilah yang dikehendaki Allah dan
RasulNya.
“Artinya : Supaya Allah memisahkan (golongan) yang buruk dan baik”. [Al-Anfal : 37]
“Artinya : Dan katakanlah ; Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu ;
maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. [Al-Kahfi : 29]
Ketika da’i salafi memerangi bid’ah, pelakunya dan menyebar aibnya
serta merta dituduh dengan tuduhan keji. Sebab termasuk asas pengekor
hawa nafsu dan bid’ah adalah menyatukan umat untuk menjaga
kesatuannya.Tidak peduli kepada kualitas dan ciri mereka. Tetapi yang
diperhatikan hanya sisi kuantitas bagaimanapun rupa mereka. Oleh karena
itu kamu melihat, mereka itu bersikap ramah kepada pelaku bid’ah dan
penyesat dengan landasan agama. Mereka juga bersikap baik dan
menunjukkan loyalitas kepada syi’ah. Anehnya mereka tidak mau berdamai
dengan salafiyun dan tidak memberi toleransi. Bahkan mereka sangat
memusuhi, membenci dan mencela salafiyun. Tidak sebatas itu mereka juga
membesar-besarkan kesalahan salafiyun.
Masih terngiang di telinga kita ucapan salah seorang tokoh ikhwan
muslimin di kota Zarqo (Yordania), dimana dia membela Khomeini,
revolusinya dan membantah salafiyin yang memperingatkan revolusi
Khomeini ini, dia berkata : “Seorang muslim syi’ah yang menegakkan
syari’at Allah lebih baik ketimbang sunni salafi yang tidak menegakkan
syari’atNya, mereka adalah Talafiyuun (talafiyuun kata plesetan dari
salafiyun, maksudnya perusak,-pen), mulailah dia menimbang tuduhan ;
salafiyun pembuat fitnah dan pemecah belah umat.
Saya (Abu Anas) katakan : “Ketahuilah bahwa mereka telah jatuh
kedalam fitnah”. Tidak tahukah mereka bahwa syi’ah adalah Yahudi umat
ini. Mereka adalah makhluk terjelek dari seluruh kelompok, sebab mereka
banyak melakukan bid’ah dan kesesatan, merubah kitab Allah, melaknat
para sahabat, menuduh Ummul Mukminin Aisyah berzina, padahal Allah telah
membersihkannya dari tuduhan itu langsung dari langit”. Maha Suci Allah
dari semua ucapan orang-orang dhalim itu dan dari kedustaan mereka.
Allahu A’lam
[Disalin dari Majalah Al-Furqon, Edisi 05 Tahun III. Alih bahasa Abu
Nu’aim Al-Atsari. Terjemahan dari kitab Madza Yanqimuna Minas Salafiyah
Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma’had
Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik-Jatim]