Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari
Sesungguhnya nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hambaNya
sangat banyak, tidak terhitung jumlahnya. Kemana saja seorang hamba
mengarahkan pandangannya, dia akan melihat nikmat Allah Subhanahu wa
Ta’ala dihadapannya. Kenikmatan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
diperoleh hamba-Nya semenjak dia berupa setetes air mani yang bercampur
dengan sel telur yang bergantung di dalam rahim ibunya. Kemudian selalu
mengiringinya sampai ajal menjemputnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah
(datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya
kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. [an-Nahl/16:53]
Bahkan jika manusia hendak menghitung nikmat-Nya, maka dia tidak akan mampu menghitungnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala,
niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah
Subhanahu wa Ta’ala benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[an-Nahl/16:18]
Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki hak yang menjadi
kewajiban para hamba-Nya. Hak Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut harus
diutamakan daripada hak-hak sesama makhluk. Diantara yang menjadi hak
Allah Azza wa Jalla dan menjadi kewajiban para hamba yaitu memiliki adab
yang baik kepada Allah Azza wa Jalla . Maka wajib bagi seorang hamba
memiliki adab-adab sebagai berikut:
1. Iman Dan Tidak Kufur..
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk
beriman kepada-Nya dan kepada perkara-perkara yang wajib diimani. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي
أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ
وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا
بَعِيدًا
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta
kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada
Allah , malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan
hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
[an-Nisâ’/4:136]
Maka sepantasnya seorang hamba beriman kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, meyakini kebenaran firman-Nya dan tunduk terhadap perintah dan
larangan-Nya. Sungguh tidak beradab ketika ada seorang hamba yang ingkar
dan menentang-Nya. Allah Azza wa Jalla mencela orang-orang yang ingkar
kepada-Nya dengan celaan yang keras, sebagaimana firman-Nya:
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ۖ
ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu
Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya
kembali, kemudian hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? [al-Baqarah/2:
28]
Termasuk beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah meyakini
keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, dan
mengimani nama-nama dan sifat-sifat-Nya sebagaimana yang dijelaskan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
Demikian juga termasuk syarat iman adalah menjauhi syirik, karena
syirik itu menghapuskan amal. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ
أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi)
sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah
amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.
[az-Zumar/39:65]
2. Syukur Dan Tidak Kufur Nikmat.
Nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hambanya sangat banyak, oleh
karena itu kewajiban seorang hamba untuk mensyukurinya adalah dengan
mengakui bahwa nikmat itu datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala ,
memuji-Nya dengan lidah, dan mempergunakan nikmat-nikmat tersebut untuk
keridhaan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula)
kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari
(nikmat)-Ku. [al-Baqarah/2:152]
Sungguh tidak beradab, perbuatan mengingkari kenikmatan dan keutaman dari Rabb pemberi kebaikan.
3. Mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala Dan Tidak Melupakan-Nya.
Manusia hendaklah selalu mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak
melupakan-Nya. Karena kewajiban hamba adalah mencintai Allah Subhanahu
wa Ta’ala dengan kecintaan yang paling tinggi. Seseorang yang mencintai
sesuatu, dia akan selalu mengingat dan menyebutnya serta tidak
melupakannya. Orang yang melupakan Allah Azza wa Jalla , Allah Subhanahu
wa Ta’ala pun akan melupakannya; Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
membiarkannya dalam kesusahan. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu
Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah
orang-orang yang fasik. [al-Hasyr/59:19]
4. Taat Dan Tidak Bermaksiat
Yaitu selalu berusaha mentaati Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya,
dan mengembalikan segala perkara yang diperselisihkan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا
الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ
فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ
وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul
(Nya), dan ulil amri (ulama dam umarâ’) di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al-Qur’ân) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya. [an-Nisâ’ / 4:59]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala
memerintahkan hambanya agar mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya. Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengulangi kata kerja (yakni: ta’atilah!) sebagai
pemberitahuan bahwa mentaati Rasul-Nya wajib secara mutlak, yaitu dengan
tanpa meninjau apa yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
perintahkan terhadap Al-Qur’an. Jika beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan, wajib mentaatinya secara mutlak, baik apakah yang
beliau perintahkan itu ada dalam Al-Qur’an atau tidak ada di dalamnya.
Karena sesungguhnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi al-Kitâb
dan yang semisalnya bersamanya”. [I’lâmul Muwaqqi’în 2/46, penerbit:
Dârul Hadîts, Kairo, th: 1422 H /2002 H]
Oleh karena itulah seorang mukmin akan selalu tunduk terhadap
keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولَهُ
أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةَ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ
اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mu’min, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) dari urusan mereka.
Barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah
sesat, sesat yang nyata. [al-Ahzâb / 33: 36]
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ayat ini umum, mencakup semua
perkara, yaitu jika Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya telah
menetapkan sesuatu, maka tidak ada hak bagi siapapun untuk
menyelisihinya, dan di sini tidak ada pilihan bagi siapapun, tidak ada
juga pendapat dan perkataan (yang menyelisihi ketetapan Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan Rasul-Nya)”. [Tafsîr Ibnu Katsîr, Surat al-Ahzâb /33:36]
Sungguh tidak beradab, jika ada seorang hamba yang lemah berani
menentang Penguasanya Yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa dengan perbuatan
maksiat dan kezhaliman.
5. Tidak Mendahului Allah Subhanahu Wa Ta’ala Dan Rasul-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. [al-Hujurât /49:1]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Maksudnya : ‘Janganlah kamu
berkata sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, janganlah
kamu memerintah sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah,
janganlah kamu berfatwa sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berfatwa, janganlah kamu memutuskan perkara sebelum Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang memutuskan perkara padanya dan melangsungkan
keputusannya.” [I’lâmul Muwaqqi’în, 2/49), penerbit: Dârul Hadîts,
Kairo, Th: 1422 H /2002 H]
6. Takut Terhadap Siksa-Nya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا
Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah
kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang
sedikit. [al-Mâidah/5: 44]
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Takut
itu ada beberapa macam: Pertama : Takut karena ibadah, merendahkan diri,
pengagungan, dan ketundukan. Inilah yang dinamakan khauf sirr. Ini
tidak pantas kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Barangsiapa
menyekutukan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala bersama Allah Subhanahu wa
Ta’ala (dengan takut ini-pen) dia adalah orang yang melakukan syirik
akbar. Contoh : Orang yang takut kepada patung, orang yang telah mati,
atau orang-orang yang mereka sangka sebagai wali dan mereka yakini bisa
mendatangkan manfaat dan bahaya bagi mereka, sebagaimana dilakukan oleh
sebagian penyembah kubur, dia takut kepada penghuni kubur melebihi
takutnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala “. [al-Qaulul Mufîd, 2/166;
penerbit: Dârul ‘ Âshimah]
7. Malu Kepada-Nya
Seorang muslim akan selalu menyadari bahwa ilmu Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan pengawasan-Nya itu meliputi segala sesuatu, termasuk semua
keadaannya. Oleh karena itu hatinya penuh dengan rasa hormat dan
pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Dia malu berbuat maksiat
dan menyelisihi keridhaan-Nya. Karena bukanlah merupakan adab, ketika
seorang hamba menampakkan perbuatan maksiatnya kepada tuannya atau
membalas kebaikannya dengan keburukan-keburukan, padahal tuannya selalu
mengawasinya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan para
sahabatnya agar benar-benar merasa malu kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala , sebagaimana dalam hadits:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَحْيُوا مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَسْتَحْيِي وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
قَالَ لَيْسَ ذَاكَ وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنَ اللَّهِ حَقَّ
الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى
وَلْتَذْكُرِ الْمَوْتَ وَالْبِلَى وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ
زِينَةَ الدُّنْيَا فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنَ اللَّهِ
حَقَّ الْحَيَاءِ
Dari ‘Abdullah bin Mas’ûd, dia berkata: “Rasulullah n bersabda:
“Hendaklah kamu benar-benar merasa malu terhadap Allah Subhanahu wa
Ta’ala !” Kami menjawab: “Wahai Rasulullah, al-hamdulillah kami malu (
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala )” Beliau bersabda: “Bukan begitu
(sebagaimana yang kamu sangka-pen). Tetapi malu terhadap Allah Subhanahu
wa Ta’ala dengan sebenar-benarnya adalah engkau menjaga kepala dan apa
yang dikumpulkannya, menjaga perut dan apa yang dikandungnya, serta
mengingat kematian dan kebinasaan. Dan barangsiapa menghendaki akhirat,
dia akan meninggalkan perhiasan dunia. Barangsiapa telah melakukan ini,
maka dia telah malu terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
sebenar-benarnya [HR. Tirmidzi, no. 2458; Ahmad, no. 3662; Syaikh
Al-Albâni menyatakan ‘Hasan lighairihi, dalam kitab Shahîh at-Targhîb,
3/6, no. 2638, penerbit. Maktabah al-Ma’ârif]
Disebutkan dalam kitab Tuhfatul Ahwâdzi Syarh Tirmidzi pada
penjelasan hadits ini: “Maksudnya adalah menjaga kepala dari
penggunaannya untuk selain ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ,
yaitu engkau tidak sujud kepada selain-Nya, tidak shalat karena riya’,
engkau tidak menundukkan kepala untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala,
dan engkau tidak mengangkatnya karena sombong. Dan menjaga apa yang
dikumpulkan oleh kepala maksudnya adalah menjaga lidah, mata serta
telinga dari perkara yang tidak halal.
Menjaga perut maksudnya menjaganya dari makanan yang haram, dan
menjaga apa yang berhubungan dengannya maksudnya yaitu kemaluan, kedua
kaki, kedua tangan, dan hati. Karena semua anggota badan ini berhubungan
dengan rongga perut. Adapun cara menjaganya adalah dengan tidak
menggunakannya untuk berbuat maksiat, tetapi digunakan dalam keridhaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mengingat kematian dan kebinasaan, maksudnya yaitu engkau mengingat
keadaanmu dalam kubur yang sudah menjadi tulang dalam kehidupanmu. Dan
barangsiapa menghendaki akhirat, dia akan meninggalkan perhiasan dunia.
Karena keduanya tidak akan berkumpul dalam bentuk yang sempurna,
walaupun bagi orang-orang yang kuat, sebagaimana dikatakan oleh al-Qâri.
Adapun al-Munâwi mengatakan: “Karena keduanya seperti dua madu, jika
salah satunya dijadikan ridha, yang lain dijadikan marah”
8. Bertaubat Kepada-Nya
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa di antara
sifat manusia adalah banyak berbuat dosa dan kesalahan. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Semua anak Adam banyak berbuat kesalahan, dan sebaik-baik orang-orang
yang banyak berbuat kesalahan adalah orang-orang yang banyak bertaubat.
[HR. Tirmidzi, no. 2499; Ibnu Mâjah; Ahmad; ad-Dârimi. Dihasankan oleh
Syaikh al-Albâni]
Oleh karena itu sepantasnya seorang manusia agar selalu memperbanyak
taubat dan tidak putus asa dari rahmat dan ampunan Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mendorong
orang-orang musyrik yang bergelimang dengan dosa-dosa untuk bertaubat
kepada-Nya dengan firman-Nya:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا
تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ
جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri
mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu
wa Ta’ala . Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[az-Zumar/39:53]
9. Husnuzhan (Berbaik Sangka) Kepada-Nya.
Termasuk adab kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah berbaik sangka
kepada-Nya. Karena merupakan adab dan prasangka yang buruk, ketika
seseorang bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dia menyangka
bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengawasinya dan tidak akan
membalasnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan hal ini dalam
firman-Nya:
وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ
وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَٰكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ
لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ وَذَٰلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِي
ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ أَرْدَاكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian
pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu, namun kamu mengira bahwa
Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan. Dan yang
demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka kepada Rabbmu,
prasangka itu telah membinasakan kamu, maka kamu menjadi termasuk
orang-orang yang merugi. [Fushshilat/41: 22-23]
Demikian juga termasuk buruk sangka, ketika seorang hamba melakukan
ketaqwaan dan ketaatan, lalu dia menyangka bahwa Allah Subhanahu wa
Ta’ala tidak akan membalas amal baiknya.
Inilah sedikit tulisan mengenai sebagian adab terhadap Allah
Subhanahu wa Ta’ala , semoga Allah Azza wa Jalla selalu membimbing kita
dalam kebaikan. Amin.
RUJUKAN:
1. Minhâjul Muslim, Syaikh Abû Bakar Jâbir al-Jazâiri
2. I’lâmul Muwaqqi’ în, penerbit: Dârul Hadîts, Kairo, th: 1422 H / 2002 H
3. Tafsîr Ibnu Katsîr, penerbit: Dârul Jail, Beirut, tanpa tahun.
4. al-Qaulul Mufîd, karya Syaikh al-‘Utsaimin, penerbit: Dârul ‘Ashimah.
5. Shahîh At-Targhîb, karya Syaikh al-Albâni, penerbit Maktabah Al-Ma’ârif.
6. Tuhfatul Ahwâdzi Syarh Tirmidzi, dll.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIII/1430H/2009M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]. Diambil dari
Al-Manhaj Or Id dengan judul asli Adab Kepada Allah Azza Wa Jalla.