Oleh: Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i
Soal:
Apakah dari sunnah bila kita ucapkan “Ali karamallahu wajhah (Semoga ALLAH muliakan wajahnya)”?
Jawab:
Tidak tsabit (autentik) pengkhususan Ali dengan ucapan “Karamallahu Wajhahu” atau “Alaihis Salam”, namun hal ini tidaklah mencapai batasan bid’ah. Adapun ucapan alaihis salam telah dijumpai di Shahih Al-Bukhari dan Musnad Ahmad. Dan yang lebih baik adalah dengan memperlakukan Ali radhiyallahu ‘anhu sebagaimana para saudara-saudara beliau dari kalangan shahabat dengan menyebut, “Ali radhiyallahu ‘anhu”.
(Diterjemahkan dari: Tuhfatul Mujib, soal nomor 9).
__________________________
Gelar Karamallaahu Wajhah Bagi 'Ali
Oleh : Ust. Abu Al-Jauzaa'
Tanya : Dalam beberapa buku sering disebut gelar khusus bagi ‘Ali bin Abi Thalib dengan Karamallaahu wajhah (Semoga Allah memuliakan wajahnya). Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman yang juga termasuk dalam Khulafaur-Rasyidiin tidak disebut dengan gelar ini. Apakah ini dapat dibenarkan dan sesuai dengan dalil ?
Jawab : Asy-Syaikh Abdulaziz bin Muhammad bin Abdillah As-Sadhan telah menjawab dengan jawaban yang sangat bagus sebagai berikut :
Ada yang memberikan 3 gelar atau
sanjungan kepada ‘Ali bin Abi Thalib yang tidak diberikan kepada
shahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang lain, yaitu :
Karamallaahu wajhah, Al-Imam, dan ’Alaihis-salaam.
Biasanya gelar ini diberikan
oleh orang-orang Syi’ah. Namun ada sebagian orang yang menuliskan gelar
tersebut dengan alasan karena niat baiknya. Walaupun demikian tidak
sepatutnya ketiga gelar tersebut diberikan secara khusus hanya kepada
‘Ali bin Abi Thalib.” Kemudian beliau (Asy-Syaikh ‘Abdulaziz) membantah
penyebutan gelar Al-Imam dan ‘Alaihis-Salaam. Setelah itu beliau
melanjutkan :
“Adalagi orang yang memberinya
gelar Karamallaahu wajhah. Dia beralasan bahwa gelar ini diberikan,
karena ‘Ali tidak pernah sama sekali menyembah berhala. Pendapat ini
dibela oleh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Kitab Al-Fatawaa Al-Haditsiyyah
yang menyatakan : “Sesungguhnya ‘Ali berhak mendapatkan gelar ini,
karena dia tidak pernah sama sekali menyembah berhala. Selain itu, Abu
Bakar juga tidak pernah menyembah berhala, namun gelar ini lebih tepat
diberikan diberikan kepada ‘Ali, karena berdasarkan ijma’. Ali masuk
Islam ketika ia masih kanak-kanak, sehingga dapat diketahui secara pasti
bahwa dia tidak pernah sama sekali menyembah berhala”.
Sekalipun alasan di atas benar,
namun bukan berarti hanya ‘Ali saja yang tidak pernah menyembah berhala.
Ada beberapa orang shahabat yang dilahirkan dalam lingkungan Islam,
ayah dan ibu mereka muslim, mereka ikut berjuang di jalan Allah, mereka
juga mendapatkan cobaan berat, bahkan seharipun mereka tidak pernah
meletakkan kening mereka kepada berhala. Walaupun demikian mereka tetap
tidak diberikan gelar seperti di atas.
Di samping itu, ada di antara
para shahabat yang lebih mulia dan utama dari ‘Ali, seperti Abu Bakar,
‘Umar, dan ‘Utsman sekalipun mereka baru masuk Islam setelah dewasa.
Namun berdasarkan keyakinan Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah, sebagaimana
dikatakan Imam Ahmad rahimahullah : “Bagi orang yang tidak
menomor-empatkan ‘Ali hendaklah tidak mengunggulinya (dari ketiga
shahabat di atas) dan juga tidak mengucapkan salam (seperti kepada
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam) kepadanya”. Oleh karena itu,
gelar atau sanjungan yang sebaiknya diberikan kepada para shahabat
adalah kalimat : radliyallaahu ‘anhum/radliyallaahu ‘anhu (semoga Allah
meridlai mereka).
[Selesai - Ara Khathi’ah wa
Riwayat Bathilah fii Siyar Al-Anbiyaa’ wal-Mursaliin; Maktabah Malik
Fahd Al-Wathaniyyah, Cet. I, 1420 H ].
Gelar (doa) radliyallaahu ‘anhu/’anhaa/’anhum inilah yang sesuai dengan firman Allah ta’ala :
وَالسّابِقُونَ الأوّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالّذِينَ اتّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدّ لَهُمْ جَنّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَآ أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
”Orang-orang yang terdahulu
masuk lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang
Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Allah ridla kepada mereka dan mereka pun ridla kepada Allah dan Allah
menyediakan mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. At-Taubah : 100).
Tanya :
Bagaimana
dengan hadits tentang penyebutan alaihi salam kepada anak rasulullah,
dan ini menjadi dalil bolehnya gelar alaihissalam kepada keturunan
Rasulullaah?? kalo gak salah ana mendengar masyayikh waktu dauroh di
jakarta, para murid syaikh albani...pernah ditanya hal serupa dengan
jawaban diperbolehkan terkait hadits di atas...
Jawab :
Apa
yang saya tuliskan di sini adalah terkait “pengkhususan” penyebutan
gelar kepada ‘Ali yang tidak diberikan kepada shahabat yang lain. Ada
baiknya saya tuliskan ulasan Ibnu Katsir ketika beliau menjelaskan
tafsir QS. Al-Ahzaab : 56. Beliau berkata ketika menukil penjelasan
An-Nawawi dalam Al-Adzkar hal. 159-160) :
قال: وأما السلام ؟ فقال الشيخ
أبو محمد الجويني من أصحابنا: هو في معنى الصلاة فلا يستعمل في الغائب ولا
يفرد به غير الأنبياء فلا يقال علي عليه السلام وسواء في هذا الأحياء
والأموات, وأما الحاضر فيخاطب به فيقال: سلام عليك, وسلام عليكم أو السلام
عليك أو عليكم, وهذا مجمع عليه انتهى ما ذكره
(قلت) وقد غلب هذا في عبارة كثير
من النساخ للكتب أن ينفرد علي رضي الله عنه بأن يقال عليه السلام من دون
سائر الصحابة أو كرم الله وجهه, وهذا وإِن كان معناه صحيحاً, لكن ينبغي أن
يسوى بين الصحابة في ذلك فإِن هذا من باب التعظيم والتكريم, فالشيخان
وأمير المؤمنين عثمان أولى بذلك منه رضي الله عنهم أجمعين.
قال إِسماعيل القاضي حدثنا عبد
الله بن عبد الوهاب [حدثنا عبد الواحد] بن زياد حدثني عثمان بن حكيم بن
عبادة بن حنيف عن عكرمة عن ابن عباس أنه قال: لا تصلح الصلاة على أحد إِلا
على النبي صلى الله عليه وسلم ولكن يدعى للمسلمين والمسلمات بالاستغفار
”Adapun masalah salam, maka
Asy-Syaikh Abu Muhammad Al-Juwaini, (seorang ulama) dari kalangan
shahabat kami berkata : Masalah ini adalah sama seperti pembahasan
masalah shalawat, sehingga tidak boleh digunakan pada yang ghaib dan
tidak pula kepada selain para nabi. Maka tidak boleh dikatakan : ’Ali ’alaihis-salaam, baik ia ketika ia masih hidup ataupun telah meninggal. Adapun bagi orang yang hadir, maka dikhithabkan dengan kalimat : Salaamun ’alaika, salaamun ’alaikum, assalaamu ’alaika atau assalaamu ’alaikum. Hal ini merupakan sesuatu yang telah disepakati.
(Aku katakan) : masalah ini
telah mendomisasi ungkapan-ungkapan banyak penulis kitab dengan
mengistimewakan ’Ali radliyallaahu ’anhu, dimana ia disebut dengan gelar
: ’alaihis-salaam ; tanpa mengikutkan shahabat yang lainnya.
Atau gelar : karamallaahu wajhah. Walaupun hal ini maknanya shahih,
akan tetapi sudah selayaknya untuk menyamakan (penyebutan gelar) kepada
seluruh shahabat, karena masalah ini adalah masalah penghormatan dan
kemuliaan. Maka dua orang syaikh (yaitu Abu bakr dan ’Umar) dan
Amirul-Mukminin ’Utsman lebih didahulukan daripadanya (’Ali)
radliyallaahu ’anhum ajma’in.
Telah berkata Isma’il Al-Qadli :
Telah menceritakan kepada kami ’Abdullah bin ’Abdil-Wahhab, [telah
menceritakan kepada kami 'Abdul-Waahid] bin Ziyaad, telah menceritakan
kepadaku ’Utsman bin Hakim bin ’Ubadah bin , dari ’Ikrimah, dari Ibnu
’Abbas radliyallaahu ’anhu : ”Tidak sepatutnya mengucapkan shalawat pada
siapapun, kecuali kepada Nabi shallaahu ’alaihi wasallam. Namun
begitu, sudah seharusnya ia mendoakan ampunan atas kaum musilimin dan
muslimat".
[selesai – Tafsir Ibnu Katsir juz 11 hal. 238-239 - Muassasah Qurthubah, Cet. 1/1421].
Kembali dari apa yang saya
katakan sebelumnya tentang pengkhususan penyebutan 'alaihis-salaam
kepada 'Ali, tidak kepada shahabat yang lain. Jika dikatakan bahwa
penyebutan itu terkait dengan hubungan kekerabatan dengan Nabi (sebagai
Ahlul-Bait) berdasarkan hadits :
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ
كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ
وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ
“Ya Allah, berilah kebahagiaan
kepada Muhammad dan kepada Ahli Baitnya, istri-istrinya serta
keturunannya sebagaimana Engkau telah memberikan kebahagiaan kepada
keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Dan
berikanlah barakah kepada Muhammad dan kepada Ahli Baitnya,
istri-istrinya, serta keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberikan
barakah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi
Maha Mulia.” [HR. Ahmad no. 23221; shahih].
serta keumuman kebolehan
mengucapkan shalawat dan salam kepada Ahlul-Bait Nabi, maka......
mengapa mereka tidak mau mengucapkan hal yang serupa kepada 'Utsman bin
'Affan ? Bukankah beliau juga menantu Rasulullah shallallaahu 'alaihi
wasallam ? (bahkan menikahi dua puteri Nabi sehingga dijuluki Dzunnurain
- "yang memiliki dua cahaya"). Tidak lain adalah hal ini adalah karena
sikap ghulluw kepada 'Ali bin Abi Thalib radliyallaahu 'anhu.
Maka, sebaik-baik sebutan dan doa adalah yang berasal dari Kitabullah dan Sunnah, yaitu radliyallaahu 'anhu/haa/hum. Wallaahu a'lam bish-shawwab.
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/07/gelar-karamallaahu-wajhah-bagi-ali.html
http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/02/05/mengiringi-penyebutan-ali-dengan-karamallahu-wajhahu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar