Jumat, 01 Desember 2017

Mari Kita Mengenal Kitab Sunan


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Kata ’Sunan’ [arab: السُنَن]  adalah bentuk jamak dari kata sunah [arab: السُنّة], yang secara bahasa berarti jalan dan kebiasaan. Sedangkan secara istilah, sunah menurut mayoritas ulama adalah sinonim dari hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mencakup ucapan, perbuatan, persetujuan, dan sifat-sifat beliau.

Macam-macam Kitab Hadis
Dilihat dari sistematikan penulisan, ada beberapa macam kitab hadis yang ditulis para ulama. Diantaranya,
  1. Kitab al-Jami’ [arab: الجامع], yaitu kitab hadis yang disusun menurut bab tertentu dan memuat berbagai macam, meliputi aqidah, ahkam, adab, tafsir, tarikh, siroh, manaqib (Fadhilah orang soleh), Raqaiq (hadis yang melembutkan hati), dst. Diantara kitab jami’ yang terkenal adalah Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Jami’ Abdurrazaq, dan yang lainnya. (Ushul at-Takhrij, hlm. 110)
  2. Kitab al-Musnad [arab: المسند], yaitu kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah dengan mengacu kepada nama sahabat. Dimulai dari nama sahabat yang diwali huruf [أَ] hingga huruf [يَ]. Misalnya, dimulai dari hadis dari sahabat Abu Bakar. Maka dikumpulkan hadis-hadis dari Abu Bakar tanpa memandang pembahasan dan tema hadis.
Kitab musnad yang terkenal adalah Musnad Imam Ahmad bin Hambal. Kitab ini memuat kurang lebih 40.000 hadis. Jika dibuang pengulangan, sekitar 30.000 hadis. Kemudian kitab musnad lainnya: Musnad at-Thayalisi, musnad al-Humaidi, dst. (Ushul at-Takhrij, hlm. 40)
  1. Kitab sunan, adalah kiab hadis yang disusun berdasarkan bab fikih, mulai masalah thaharah, shalat, zakat, dst. dan hanya berisi hadis marfu’ (sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan hanya ada beberapa atsar sahabat.
  2. Kitab Mushanaf, kitab hadis yang disusun berdasarkan bab fikih, mulai masalah thaharah, shalat, zakat, dst. dan berisi hadis marfu’ (hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), mauquf (keterangan sahabat), dan maqthu’ (keterangan tabi’in). Diantara kitab mushannaf yang terkenal adalah Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, dan Mushannaf Abdurrazaq. (Ushul at-Takhrij, hlm. 134).
Kitab Sunan
Dari definisi beberapa kitab hadis di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa satu kitab kumpulan hadis tergolong kitab sunan, jika terpenuhi 3 syarat,
  1. Hanya berisi hadis marfu’ (hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), dan sangat sedikit selain sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  2. Hadis-hadis tersebut terkait bab hukum fikih
  3. Susunannya mengikuti sistematika buku fikih. (ar-Risalah al-Mustathrafah, hlm. 32)

Mengenal 4 Kitab Sunan
Pertama, Sunan Nasa’i
Imam an-Nasai, nama aslinya Ahmad bin Syuaib an-Nasai. Nasa’ adalah nama kota kelahiran beliau, satu daerah di wilayah Khurasan. Beliau wafat tahun 303 H di Ramlah Palestina di usia 88 tahun.
Imam an-Nasai menulis kitab as-Sunan al-Kubro, mencakup hadis-hadis yang shahih, dan hadis bermasalah. Kemudian beliau ringkas dalam kitab as-Sunan as-Sughro, yang beliau beri nama ‘al-Mujtaba’ [arab: المجتبى]. Untuk kitab kedua ini, beliau hanya mengumpulkan hadis-hadis yang beliau anggap shahih. Kitab inilah yang kemudian sering dikenal dengan sunan an-Nasai.
Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,
و”المجتبى” أقل السنن حديثاً ضعيفاً، ورجلاً مجروحاً ودرجته بعد “الصحيحين”، فهو – من حيث الرجال – مقدم على “سنن أبي داود والترمذي”؛ لشدة تحري مؤلفه في الرجال، قال الحافظ ابن حجر رحمه الله: كم من رجل أخرج له أبو داود والترمذي تجنب النسائي إخراج حديثه، بل تجنب إخراج حديث جماعة في “الصحيحين”. اهـ.
Kitab al-Mujtaba adalah kitab sunan yang paling sedikit jumlah hadis dhaifnya dan paling sedikit perawi yang majruh (dinilai lemah). Derajatnya di bawah shahih Bukhari dan Muslim. Sehingga sunan ini, dilihat dari perawi-perawinya, lebih unggul dibandingkan sunan Abu Daud, dan Turmudzi. Karena penulis sangat ketat dalam memilih perawi hadis. Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,
‘Ada banyak perawi yang dicantumkan dalam kitab Abu Daud dan Turmudzi, namun dihindari oleh an-Nasai dalam menyebutkan hadis. Bahkan beliau menghindari beberapa perawi yang ada di kitab shahih Bukhari dan Muslim.’ (Mustholah Hadis, hlm. 51).

Kedua, Sunan Abu Daud
Imam Abu Daud, nama lengkapnya Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq as-Sijistani. Beliau termasuk muridnya Imam Ahmad bin Hambal. Para ulama banyak memuji beliau dengan kekuatan hafalan dan pemahamannya yang mendalam. Beliau meninggal di Bashrah pada 275 H, di usia 73 tahun.
Kitab sunan Abu Daud memuat 4800 hadis, yang aslinya adalah pilihan dari 500.000 hadis. Beliau berusaha untuk memilih hadis-hadis yang shahih, meskipun di sana ada beberapa hadis yang dhaif.
Ibnu Mandah mengatakan,
وكان أبو داود يخرج الإسناد الضعيف إذا لم يجد في الباب غيره؛ لأنه أقوى عنده من رأي الرجال. اهـ.
Abu Daud mencantumkan hadis yang sanadnya dhaif, jika dalam bab tersebut, beliau tidak menjumpai hadis lain. Karena hadis dhaif lebih kuat menurut beliau, dari pada pendapat manusia. (Dinukil dari Mustholah Hadis, hlm. 52).

Ketiga, Sunan at-Turmudzi
Imam at-Turmudzi, nama lengkap beliau: Abu Isa, Muhammad bin Isa as-Sulami at-Turmudzi. Lahir di kota Turmudz tahun 209 H. Beliau termasuk murid Imam Bukhari.
Kata Turmudzi [الترمذي] ada dua cara baca, bisa dibaca Tirmidzi, dan bisa dibaca Turmudzi. Beliau wafat tahun 279 H, di usia 70 tahun.
Sunan at-Turmudzi juga disebut oleh sebagian ulama dengan Jami’ at-Turmudzi [arab: جامع الترمذي]. Dikenal dengan kitab Jami’, karena dalam sunan Turmudzi tidak hanya mengupas bab fikih, namun juga bab lainnya, seperti sirah, adab, tafsir, aqidah, fitnah akhir zaman dan yang lainnya. Hanya saja, mengingat di bagian awal beliau susun mengikuti kajian fikih, dna itu lebih dominan, banyak ulama lebih mengenalnya sebagai kitab sunan.
Dalam kitab sunannya, Turmudzi mencantumkan hadis shahih, hasan dan dhaif, dengan penjelasan derajat  masing-masing hadis, berikut keterangan sisi dhaifnya.
Beliau juga menjelaskan pendapat para ulama sebagai keterangan tambahan untuk hadis yang beliau bawakan.
Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan,
اعلم أن الترمذي خرج في كتابه الصحيح والحسن والغريب. والغرائب التي خرجها فيها بعض المنكر، ولا سيما في كتاب الفضائل، ولكنه يبيِّن ذلك غالباً، ولا أعلم أنه خرج عن متهم بالكذب، متفق على اتهامه بإسناد منفرد، نعم قد يخرج عن سيئ الحفظ، ومن غلب على حديثه الوهن، ويبيِّن ذلك غالباً، ولا يسكت عنه
Ketahuilah bahwa Turmudzi menyebutkan dalam kitabnya hadis shahih, hasan, dan gharib. Hadis gharib yang beliau sebutkan, sebagiannya ada yang munkar, terutama untuk bab tentang fadhilah amal. Hanya saja, umumnya beliau jelaskan sisi lemahnya. Dan saya tidak menjumpai, beliau menyebutkan hadis dari perawi yang tertuduh berdusta (muttaham bil kadzib), yang disepakati pelanggarannya, dan dia sendirian. Benar bahwa beliau terkadang menyebutkan hadis dari perawi yang buruk hafalannya, atau perawi yang umumnya hadisnya lemah. Dan umumnya beliau jelaskan hal itu, dan tidak didiamkan. (Dinukil dari Mustholah Hadis, Ibnu Utsaimin, hlm. 53).

Keempat, Sunan Ibnu Majah
Ibnu Majah, nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah, Muhammad bin Yazid bin Abdillah bin Majah al-Qazwaini. Nama Majah adalah kakek buyut beliau. Beliau dilahirkan di Qazwain (bagian Iraq) tahun 209 H dan meninggal tahun 273 H, di usia 64 tahun.
Beliau mengumpulkan hadis dalam kitab sunannya mencapai 4341 hadis.
Dalam urutan kitab sunan, sunan Ibnu Majah berada di urutan paling akhir. Dibandingkan yang lain, sunan Ibnu Majah paling banyak memuat hadis dhaif.
قال الذهبي: فيه مناكير وقليل من الموضوعات. اهـ، وقال السيوطي: إنه تفرد بإخراج الحديث عن رجال متهمين بالكذب، وسرقة الأحاديث، وبعض تلك الأحاديث، لا تعرف إلا من جهتهم.
Adz-Dzahabi memberikan komentar tentang sunan Ibnu Majah,
“Di sana ada beberapa hadis munkar dan sedikit hadis palsu.”
As-Suyuthi mengatakan,
“Ibnu Majah sendirian meriwayatkan hadis dari perawi yang dituduh berdusta, pencuri hadis, dan sebagian hadisnya, tidak dikenal kecuali dari jalur perawi bermasalah.” (Dinukil dari Mustholah Hadis, Ibnu Utsaimin, hlm. 54).
Catatan:
Enam kitab hadis rujukan pokok (al-Ummahat as-Sitta)
  1. Shahih Bukhari
  2. Shahih Muslim
  3. Sunan Nasai
  4. Sunan Abu Daud
  5. Sunan Turmudzi
  6. Sunan Ibnu Majah /  Muwatha’ Imam Malik
Di urutan keenam ulama berbeda pendapat, antara Sunan Ibnu Majah dengan Muwatha’ Imam Malik.
Sebagian ulama yang memposisikan Muwatha’ Imam Malik di urutan keenam itu. Diantaranya adalah Ahmad bin Razin as-Sarqasthi (w. 535 H) dalam kitabnya at-Tajrid fi al-Jam’i baina as-Shihhah, dan Abus Sa’adat Ibnul Atsir (w. 606 H). (Taujih an-Nadzar, Thahir al-Jazairi, hlm. 153).

Demikian,

Allahu a’lam
Oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar