Kamis, 31 Maret 2016

Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani ??

Koreksi Terhadap Kitab Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani

Syekh Abdul Qadir al Jailani merupakan tokoh sufi paling masyhur di Indonesia. Tokoh yang diyakini sebagai cikal bakal berdirinya Tarekat Qadiriyah ini lebih dikenal masyarakat lewat cerita-cerita karamahnya dibandingkan ajaran spiritualnya.Terlepas dari pro dan kontra atas kebenaran karamahnya, Biografi (manaqib) tentangnya sering dibacakan dalam majelis yang dikenal di masyarakat dengan sebutan manaqiban. Seharusnya bagi pencari kebenaran dan penuntut ilmu adalah "wajib" membaca buku-buku yang beliau tulis sendiri, disamping membaca manaqib yang ditulis oleh orang lain.

Buku-buku yang beliau tulis antara lain;

1. Al Ghunyah Li thalibi Al Haq Azza wa Jalla.
2. Futuh Al Ghaib.
3. Al Fath Ar Rabbani wa Al Faidh ar-Rahman.


Nama lengkapnya adalah Abdul Qadir ibn Abi Shalih Abdullah Janki Dusat al-Jailani. Al-Jailani merupakan penisbatan pada Jilan, daerah di belakang Tabaristan. Di tempat itulah ia dilahirkan. Selain Jilan, tempat ini disebut juga dengan Jailan dan Kilan.

Kitab-kitab Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jaelani yang banyak beredar di Indonesia, pada umumnya disusun oleh penulis-penulis Indonesia yang maraji’nya (sumber pengambilan) dari kitab-kitab berbahasa Arab yang antara lain, seperti Tafrijul Khathir, Muzkin Nufus, Lujainid-Dani.

Buku-buku tentang BARJANZI versi Indonesia antara lain :

1. Madarij Al-Su’ud ila Iktisah Al-Burud - Muhammad Nawawi Bin Umar Al-Jawi Al Bantani. Berbagai Terbitan.

2. Sabil Al-Munji (berbahasa Jawa)- Abu Ahmad Abd Al-Hamid Al-Qandali (Kendal)

3. Nur Al-Lail Al-Duji wa Miftah Bab Al-Yasar (berbahasa Jawa) – Hasan Al-Attas- Pekalongan.

4. Munyah Al-Martaji fi Tarjamah Maulid Al Barjanzi (berbahasa Jawa) – Asrari Ahmad- Wonosari Tempuran.

5. Al Qaul Al-Munji Ala Ma’ani Al Barjanzi (berbahasa Jawa) – Sa’ad Bin Nashir bin Nabhan. Surabaya

6. Badr Al-Daji Fi Tarjamah Maulid Al-Barjanzi (berbahasa Indonesia) –M. Mizan Asrari Zain Muhammad (Sidawaya, Rembang).



Di bawah ini buku-buku Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani (asal terjemahan dari- Lujjain Al-Dani. Penulis, Ja’far Ibn Hasan Ibn ‘Abd Al-Karim Ibn Muhammmad (1690-1764) beliau juga menulis buku Al-Iqd Al Jawahir (al-Barjanzi) dan Qishshah Al-Mi’raj); di terbitkan di Indonesia dengan berbagai versi ;

1. Jauhar Al-Asnani ‘Ala Al-Lujjain Al-Dani Fi Manaqib Abd Al Qadir - Abu Ahmad Abd Al Hamid Al-Qandali (Kendal) : Semarang , Al Munawwir.

2. Al-Nur Al Burhani Fi Tarjamah Al Lujjain Al-Dani - Muslih Bin Abd Al Rahman Al Maraqi (Mranggen) : Semarang, Toha Putra.

3. Lubab Al Ma’ani Fi Tarjamah Lujjain Al-Dani –Abu Muhammad Salih Mustamir Al Hajaini (Kajen) : Kudus, Menara.

4. Al Nur Al-Amani Fi Tarjamah Al Lujjain Al-Dani – M.Mizan Asrari Zain Muhammad (Sidawaya Rembang) ; Terbitan sendiri.

5. Khulashah Al Manaqib Li- Al-Syaikh ‘Abd Al-Qadir ‘Abd Al Qadir Al-Jilani - Asrari Ahmad (Wonosari, Tempuran) Surabaya, ‘ Istiqomah.

6. Wawacan Kangjeng Syaikh ‘Abd Al-Qadir Jilani R.A (berbahasa Sunda) Bandung, Sindangdjaja.

7. Manaqib Syeikh Abdulqadir Jailani Radhiyallahu Anhu (berbahasa Arab dan Indonesia) –Abdallah Shonhaji. Semarang, Al-Munawir.

8. Lubabul Ma’ani - Abi Shaleh Mustamir (Juana, Jawa Tengah)

9. Miftahul Babil Amani -Moh. Hambali. (Semarang, Jawa Tengah)

10. An Nurul Burhani – A. Lutfi Hakim dkk (Semarang, Jawa Tengah)

11. Nailul Amani – A.Subhi Masyhadi. (Pekalongan, Jawa Tengah)


__________________________


Koreksi Terhadap Kitab Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani
Dalam kitab Manaqib tersebut tertulis;




  • Syaikh Abdul Qadir Jailani pernah duduk selama 30 tahun dengan tidak bergeser dari tempatnya karena ketaatannya kepada nabi Khidir.




  • Pada waktu pertama kali masuk Irak, Syaikh Abdul Qadir Jailani ditemani Khidir, dan Syaikh belum pernah mengenalnya sebelum itu. Kemudian Khidir memberikan isyarat kepadanya agar ia tidak disalahi dan kalau sampai hal itu terjadi maka akan menjadi sebab perpisahan antara keduanya. Maka berkatalah Khidir kepadanya : Duduklah di sini ! Maka beliaupun duduk ditempat yang ditunjuk oleh Khidir itu selama tiga tahun, yang selalu dikunjunginya setiap setahun sekali dan katanya lagi: Janganlah engkau bergeser dari tempat itu sampai aku datang [Lubabul Ma'ani hal. 20]


    Bantahan :
    Cerita ini terlalu mengada-ada. Duduk selama 3 tahun tanpa beranjak/bergeser dari tempat duduknya adalah mustahil. Bagaimana Syaikh Abdul Qadir Jailani mengambil air wudhu, Shalat Jum'at dan Shalat 'Id ?




  • Diceritakan juga bahwa Syaikh Abdul Qadir Jailani pernah bermimpi junub sebanyak 40 kali dalam waktu semalam.[Lubabul ma'ani, hal. 20-21]


  • Bantahan :
    Kebohongan yang luar biasa, cukupkah waktu untuk 40 kali tidur, 40 kali bermimpi bersetubuh dan 40 kali mandi janabat ?




  • 100 ulama merobek-robek baju sendiri [Lubabul Ma'ani, hal. 23-24]


  • Bantahan :
    Sungguh tidak masuk akal dan tidak pernah terbayang dalam angan-angan orang yang normal akalnya bahwa seorang yang saleh dan ulama yang ikhlas seperti Syaikh Abdul Qadir Jailani sampai hati melihat para 'aimmah merobek-robek pakainnya dan bertingkah polah seperti orang yang tidak waras.




  • Di antara kekeramatan Syaikh Abdul Qadir Jailani, bahwa seekor burung Elang yang terbang di atas majlis syaikh, dimohon kepada angin agar dipenggal leher burung tersebut, maka putuslah leher burung Elang tersebut.[Lubabul Ma'ani, hal. 59]


  • Bantahan :
    Burung adalah binatang yang tidak dibekali akal seperti manusia dan tidak dibebani tata tertib hidup serta tidak terikat dengan berbagai aturan sesamanya. Ia terbang mengikuti naluri hayawani tanpa memperdulikan apakah ada makhluk lain yang terganggu olehnya. Maka alangkah teganya hati Syaikh Abdul Qadir Jailani untuk membunuh burung Elang tersebut.

    Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu. (QS. Al Mulk : 19)

    Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
    (QS. An Nur : 41)





  • Diantara kekeramatan lainnya. Matinya seorang pelayan karena sorotan mata Syaikh Abdul Qadir Jailani karena kesalahannya tidak sudi meletakkan kendi kearah kiblat.[Lubabul ma'ani, hal. 58-59]


  • Bantahan :
    Peristiwa kesalahan yang tidak patal sehingga membuat Syaikh Abdul Qadir Jailani untuk membunuh, apakah mungkin dilakukan bagi seorang syaikh yang berakhlaq mulia ?




  • Syaikh Abdul Qadir Jailani meramal nasib [Lubabul Ma'ani, hal. 59-64]


  • Bantahan :
    Mirip Mama Lauren aja.




  • Syaikh Abdul Qadir Jailani menjamin para muridnya masuk surga [Lubabul Ma'ani, hal. 80-81]


  • Bantahan :
    Lebih hebat daripada Rasulullah




  • Syaikh Abdul Qadir Jailani mengejar Malaikat Maut untuk membatalkan kematian salah seorang muridnya, sehingga Malaikat Maut mengembalikan lagi ruh yang sudah dicabut tadi. [Dikutip dari Tafsir al manar, Rasyid Juz XI hal. 423, oleh HAS. Al Hamdani dalam bukunya Sorotan terhadap Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani]


  • Bantahan :
    ????




  • Syaikh Abdul Qadir Jailani mendapat sepucuk surat dari Allah.[Lubabul ma'ani, hal. 89]


  • Bantahan :
    ???
    ****************
    Note : Mohon diperhatikan agar tidak salah menanggapi artikel ini, bahwa keterangan-keterangan seperti tersebut di atas tidak dijumpai dalam kitab-kitab yang ditulis oleh Syaikh Abdul Qadir Jailani sendiri. Beliau orang yang sangat mulia, rendah hati dan mempunyai aqidah yang bersih dan lurus insyAllah. Untuk lebih jelasnya silahkan membaca "Buku Putih Syaikh Abdul Qadir Al Jailani" oleh Dr. Said bin Musfir Al Qahthani, Penerbit Darul Falah.

    Diambil dari : http://hijrahdarisyirikdanbidah.blogspot.co.id/2010/06/koreksi-terhadap-kitab-manaqib-syaikh.html 
    ________________________________________________
    Silahkan juga dibaca link ini :

    Wasiat Emas Syaikh Abdul Qadir Jailani
    http://www.facebook.com/note.php?note_id=104897932886724

    Meluruska Sejarah Biografi Syaikh Abdul Qadir Jailani
    http://www.abuayaz.co.cc/2010/05/meluruskan-sejarah-biografi-syaikh.html

    Barzanji Kitab Induk Peringatan Maulid
    http://www.abuayaz.co.cc/2010/05/barzanji-kitab-induk-peringatan-maulid.html

    Barzanji
    http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150089729320175&id=1084713685&ref=share   

    KEBERKAHAN UNTUK BUMI SYAM

    KEBERKAHAN BUMI SYAM

    سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
    Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari al Masjidil Haram ke al Masjidil Aqshaa`yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. “[al Israa`/17:1]

    KEUTAMAAN SURAT AL ISRAA`

    Surat yang mulia ini adalah makkiyah[1].
    Al Imam al Qurthubi rahimahullah berkata,”Surat ini adalah makkiyah, kecuali tiga ayat…,” kemudian beliau menyebutkan ke tiga ayat tersebut, yaitu ayat 60, 76, dan 80. Lihat Tafsir al Qurthubi (10/180).
    Adapun al Imam Ibnul Jauzi rahimahullah, beliau berkata,”Surat ini adalah makkiyah menurut pendapat sebagian besar ulama. Namun sebagian mereka ada yang berkata, di dalam surat ini terdapat ayat-ayat madaniyah. Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, surat ini makkiyah kecuali delapan ayat…,” kemudian beliau menyebutkan beberapa ayat tersebut, di antaranya ayat 60, 73, 74, 75, 76, 80, dan 107. Lihat Zaadul Masir (5/3). Lihat pula al Isti’ab fi Bayanil Asbab (2/436).
    Berkaitan dengan keutamaan surat ini, terdapat hadits shahih yang menerangkannya. Yaitu hadits dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:

    كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ لاَ يَنَامُ عَلَى فِرَاشِهِ حَتَّى يَقْرَأَ (بَنِي إِسْرَائِيْلَ) وَ الزُّمَر
    .
    “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tidur di atas ranjangnya sampai beliau membaca surat Bani Israil dan az Zumar”.[2]

    ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu juga pernah berkata tentang keutamaan surat Bani Israil, al Kahfi, Maryam, Thaha, dan al Anbiyaa`:

    إِنَّهُنَّ مِنَ العِتَاقِ الأُوَلِ، وَهُنَّ مِنْ تِلاَدِيْ

    “Sesungguhnya surat-surat itu termasuk yang pertama kali diturunkan di Mekkah, dan surat-surat itu termasuk yang sudah lama dan yang pertama kali aku pelajari”.[3]

    PENJELASAN AYAT

    سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا

    Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam.
    Kata Subhana, mengawali ayat pertama dari surat al Israa`, yang maknanya menurut ulama, tujuannya sebagai tanzih (pensucian Allah dari segala kekurangan).[4]
    Ayat ini, seperti diungkapkan oleh Imam Ibnu Jarir ath Thabari berfungsi : “Sebagai tanzihan (pensucian) bagi Dzat yang memperjalankan hambaNya di malam hari, dan untuk membersihkan dari ucapan-ucapan kaum musyrikin, bahwa Allah mempunyai sekutu dalam hal penciptaan, memiliki isteri dan anak. Penyebutan ini (pensucian) sebagai bentuk peninggian Allah dan pengagungan bagiNya dari penyematan yang mereka lakukan bagi Allah, serta yang mereka nisbatkan kepadaNya, yang muncul dari kebodohan dan kekeliruan dari perkataan mereka”.[5]
    Sementara itu, Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan : “Allah sedang memuliakan dan mengagungkan diriNya sendiri, karena kekuasaanNya untuk berbuat hal-hal yang tidak mampu dikerjakan oleh siapapun selainNya. Tidak ada Ilah dan tiada Rabb selainNya”.[6]
    Syaikh ‘Abdur Rahman as Sa’di berkata,”Allah memuliakan dan mengagungkan DzatNya yang suci. Sebab, Allah mempunyai perbuatan-perbuatan yang agung dan karunia-karunia yang besar, di antaranya memperjalankan hambaNya dan RasulNya (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) dari Masjidil Haram, yang merupakan masjid paling mulia secara mutlak, menuju Masjidil Aqsha, yang termasuk masjid-masjid yang utama, tempat para nabi”.[7]
    Sedangkan Ibnul Jauzi rahimahullah, memaknai arti kata tasbih (subhana) dalam ayat ini, mengandung dua makna.
    Pertama : Bangsa Arab, jika berhadapan dengan perkara yang mencengangkan, mereka mengucapkan tasbih saat itu juga. Seolah-olah, (di sini) Allah ingin menjadikan para hamba mengagumi kenikmatan yang dicurahkan Allah kepada RasulNya (berupa Isra` Mi’raj).
    Kedua : Bentuk ini dipakai untuk membantah mereka (kaum Arab). Sebab, ketika Nabi menceritakan kisah Israa`nya, mereka mendustakannya. Sehingga makna ayat ini menjadi Maha Suci Allah, yang tak mungkin mengangkat seorang rasul yang berdusta.
    Berdasarkan zhahir ayat ini, perjalanan tersebut terjadi pada awal malam, dengan jasad dan ruh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[8]
    Imam ath Thabari mengatakan : “Tidaklah benar jika seseorang berpendapat beliau menempuh perjalanan Israa` dengan ruhnya saja, tanpa disertai jasad. Sebab, jika demikian (hanya dengan ruh saja), maka (peristiwa itu) tidak menjadi petunjuk tentang kenabian beliau, dan tidak ada hujjah bagi risalah beliau. Sesungguhnya Allah mengabarkan dalam kitabnya, bahwa Dia memperjalankan hambaNya pada malam hari, bukan memperjalankan ruh hambaNya. Tidak boleh (bagi kita) melampaui batas yang telah difirmankan Allah, (mengalihkannya) kepada keterangan lain…dst.”[9]
    Ibnu Abil ‘Izzi mengatakan : “Di antara bukti penguat bahwa peristiwa Israa` (dan Mi’raj) dengan jasad Nabi Muhammad, bahwa kata al ‘abdu (pada ayat), merupakan rangkaian jasad dan ruh, sebagaimana kata al insan (manusia) terdiri dari jasad dan ruh. Ini yang dipahami secara mutlak, dan merupakan pendapat yang shahih. Jadi, peristiwa Israa` terjadi dengan jasad dan ruh. Dan secara logika, tidak mustahil. Jika boleh disebut mustahil naiknya seorang manusia ke atas langit, konsekwensinya, turunnya malaikat juga demikian, boleh dianggap mustahil. Akibatnya pemahaman seperti ini dapat menyeret kepada kekufuran kepada nabi, yang merupakan bentuk kekufuran”.[10]

    مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ

    (dari al Masjidil Haram).
    Masjidil Haram [11], yang terletak di Mekkah. Sebuah masjid yang sudah dikenal oleh orang-orang bila mereka mendengarnya, dan merupakan masjid paling utama, berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , Nabi bersabda:

    صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ أَوْ كَأَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

    “Shalat di masjidku ini seribu kali lebih utama dari shalat di tempat lainnya, kecuali Masjidil Haram”. [HR al
    Bukhari, 1/398 no. 1133; Muslim, 2/1012 no. 1394; dan lain-lain]

    إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى

    (ke al Masjidil Aqshaa`), yaitu Baitul Maqdis.[12]
    Disebut sebagai al Aqshaa` (yang paling jauh), lantaran jauhnya jarak dengan Masjidil Haram. Merupakan masjid terjauh di bumi ini bagi penduduk Mekkah, yang diagungkan dengan mengunjunginya.[13]
    Kalau ada yang melontarkan pertanyaan, apakah hikmah perjalanan malam (Israa`) ke Baitul Maqdis terlebih dahulu?[14]
    Maka jawabannya, -wallahu a’lam– ini sebagai bukti untuk membenarkan pengakuan Nabi tentang mi’raj. Yakni ketika kaum Quraisy menanyakan ciri-ciri Baitul Maqdis kepada beliau. Ditambah lagi, untuk memberitahukan kepada mereka tentang orang-orang yang beliau lewati dalam perjalanan. Apabila keberangkatan mi’raj beliau (langsung) dari Mekkah, maka penjelasan itu tidak bisa beliau lakukan. Sebab, mereka tidak mungkin mengetahui hal-hal yang ada di langit, kalau beliau memberitahukannya kepada mereka. Sementara mereka pernah menyaksikan Baitul Maqdis, sehingga beliau pun mampu
    memberitahukan bentuknya.

    الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ

    (yang telah Kami berkahi sekelilingnya), artinya, yang telah Kami tetapkan berkah di sekelilingnya bagi penduduknya, dalam hal mata pencahariannya, makanan pokoknya, hasil pertanian dan tanaman-tanamannya [15]. Juga dengan banyaknya tanaman, sungai dan kesuburan yang tiada putus.[16]

    لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا

    (agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami).
    Imam al Qurthubi memberikan penjelasan, bahwa ini merupakan tanda-tanda (kekuasaan) yang Allah perlihatkan, berupa kejadian-kejadian menakjubkan, yang Rasulullah beritakan kepada orang-orang, mengenai perjalanan Isra`nya dari Mekah menuju Masjidil Aqshaa` dalam satu malam. Yang semestinya biasa ditempuh dalam satu bulan perjalanan. Termasuk juga proses Mi’raj yang beliau alami disertai kemampuan menjelaskan keadaan para nabi satu-persatu, seperti terdapat dalam riwayat Shahih Muslim dan kitab lainnya”. [17]
    Adapun menurut penjelasan Imam ath Thabari: “(Kejadian-kejadian ini merupakan) pelajaran, dalil dan hujjah-hujjah Kami. Yaitu seperti tercantum dalam riwayat-riwayat yang beliau saksikan di tengah perjalanan menuju Baitul Maqdis, dan (juga) setelah pulang dari sana”.[18]

    إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

    (Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat).
    Penutup pada ayat ini, menetapkan dua nama Allah, yang berkorelasi dengan fakta-fakta di tengah masyarakat Quraisy dalam menyikapi kisah Israa’ dan Mi’raj, yang terbelah menjadi dua, yaitu yang membenarkan, dan yang mendustakan.
    Imam ath Thabari berkata,”Sesungguhnya Dzat yang memperjalankan hambaNya pada malam hari, Dia Maha Mendengar ucapan kaum musyrikin. (Dia) Maha Mengetahui segala tindak-tanduk yang mereka kerjakan. Tidak ada sedikit pun yang tersembunyi. Juga tidak ada sesuatu pun yang luput dariNya. Allah meliputi segalanya dengan ilmuNya”. Ibnu Katsir menambahkan, makna untuk penggalan terakhir ayat ini dengan : “Sehingga nantinya, akan mendapatkan balasan sesuai dengan amalannya di dunia dan akhirat”.[20]

    KEBERKAHAN-KEBERKAHAN SYAM, PALESTINA DAN SEKITARNYA[21]

    Al barakah, berarti utuhnya kebaikan dalam sesuatu obyek, disertai mengalami pertambahan. Keberkahan, hanya diketahui muncul dari Dzat yang memiliki dan mampu menampakkannya. Dia-lah Allah, Dzat yang menurunkan barakah dan menetapkannya.[22]
    Allah telah menetapkan keberkahan bagi wilayah Syam. Dalil tentang penyebutan wilayah Syam sebagai bumi yang berkah banyak disebutkan dalam al Qur`an maupun as Sunnah. Wilayah ini, sebagaimana pemetaan pada masa lampau, meliputi Libanon, Syiria, Yordania dan Palestina.
    Dahulu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjadikan keberkahan Syam yang disebutkan oleh dalil-dalil, sebagai sarana untuk mendorong kaum Muslimin agar tetap menghuni Damaskus, tidak lari ke Mesir. Yaitu dengan melawan bangsa Tatar yang berusaha masuk untuk menaklukan Damaskus.
    KEBERKAHAN SYAM DALAM AL QUR`AN
    Selain ayat pertama surat al Israa` di atas, tidak kurang lima ayat yang menetapkan keberkahan bagi Syam. Di antaranya:

    وَنَجَّيْنَاهُ وَلُوطًا إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا لِلْعَالَمِينَ

    “Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia”. [al Anbiyaa`/21:71]

    Ibnu Katsir berkata,”Allah memberitahukan tentang Ibrahim yang diselamatkan dari api buatan kaumnya, dan membebaskannya dari mereka dengan berhijrah ke Negeri Syam – tanah suci”.
    Allah Azza wa Jalla berfirman :

    وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ عَاصِفَةً تَجْرِي بِأَمْرِهِ إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا ۚ وَكُنَّا بِكُلِّ شَيْءٍ عَالِمِينَ

    “Dan (telah Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkatinya. Dan adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu”. [al Anbiyaa`/21:81].

    وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ الْقُرَى الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا قُرًى ظَاهِرَةً وَقَدَّرْنَا فِيهَا السَّيْرَ ۖ سِيرُوا فِيهَا لَيَالِيَ وَأَيَّامًا آمِنِينَ

    “Dan kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam dan siang hari dengan aman”. [Sabaa`/34:18].
    Pada penjelasan ayat telah disinggung secara sepintas tentang keberkahan tersebut. Dan lebih lanjut, di antara keberkahan Syam juga disebutkan dalam as Sunnah.

    1. Syam Merupakan Tempat Para Nabi.
    Syam menjadi tempat tinggal banyak nabi. Dari Nabi Ibrahim, yang hijrah ke Syam, Nabi Luth, Nabi Ya’qub, Nabi Musa, Nabi Isa, dan lainnya. Dan akhirnya, Allah menjadikannya sebagai milik umat Muhammad setelah bangsa Yahudi menempuh jalan kesesatan.

    2. Perintah Nabi Untuk Bermukim Di Syam.
    Imam al Mundziri di dalam at Targhib wat Tarhib menuliskan, bab anjuran untuk bermukim di Syam, dan tentang keutamaan Syam.[23]
    Dari Watsilah bin al Asqaa`, berkata: Aku mendengar Rasulullah berkata kepada Hudzaifah bin al Yaman dan Mu’adz bin Jabal yang sedang meminta pendapat beliau tentang tempat tinggal. Maka, beliau mengisyaratkan ke arah Syam. Mereka berdua kembali bertanya kepada beliau. (Dan) beliau mengisyaratkan ke arah Syam. Beliau bersabda:
    عَلَيْكُمْ بِالشَّامِ فَإنَّهَا صَفْوَةُ بِلَادِ اللهِ يَسْكُنُهَا خِيرَتُهُ مِنْ خَلْقِهِ..
    “Beradalah kalian di Syam. Sesungguhnya ia merupakan negeri pilihan Allah, dihuni oleh makhluk pilihanNya” [24]
    Para ulama juga telah terbiasa merekomendasi untuk bermukim di Syam, sesuai petunjuk Rasulullah. Ketika ‘Atha al Khurasani berniat pindah tempat tinggal, ia meminta pendapat para ulama yang ada di Mekkah, Madinah, Kufah dan Bashrah serta Khurasan.
    ‘Atha al Khurasani berkata kepada para ulama tersebut : “Menurut pendapatmu, kemana saya mesti pindah dengan keluarga?”
    Masing-masing menjawab: “Berangkatlah ke Syam”.

    3. Malaikat Membentangkan Sayap Bagi Penduduk Syam.
    Dari Zaid bin Tsabit, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
    طُوبَى لِلشَّامِ فَقُلْنَا لِأَيٍّ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لِأَنَّ مَلَائِكَةَ الرَّحْمَنِ بَاسِطَةٌ أَجْنِحَتَهَا عَلَيْهَا
    “Keberuntungan bagi penduduk Syam,” maka kami bertanya : “Karena apa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,”Karena para malaikat membentangkan sayap-sayapnya kepada mereka (penduduk Syam)”.[25]

    4. Tempat Keberadaan Thaifah Manshurah.
    لَا يَزَالُ أَهْلُ الْغَرْبِ ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
    “Penduduk Gharb (yang berada di arah Barat) akan senantiasa menegakkan kebenaran sampai Kiamat datang”. [HR Muslim 13/68, Nawawi].
    Imam Ahmad berkata,”Ahli Gharb adalah penduduk Syam.” Dan jawaban ini disepakati oleh Ibnu Taimiyah dalam Manaqibisy-Syam wa Ahlihi, halaman 76-77.

    5. ‘Asqalan, Merupakan Tempat Penjagaan Penting.
    Ath Thabrani meriwayatkan dalam al Mu’jamul Kabir, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
    أَوَّلُ هَذَا الْاَمْرِ نُبُوَّةٌ وَ رَحْمَةٌ ثُمَّ يَكُوْنُ خِلَافَةٌ ثُمَّ يَكُوْنُ مُلْكاً وَرَحْمَةٌ ثُمَّ يَتَكَادَمُونَ عَلَيْهِ َتكَادُمُ الْحُمُرِ. فَعَلَيْكُمْ بِالْجِهَادِ, وَإِنَّ أَفْضَلَ جِهَادِكُمْ الرِّبَاطُ, وَإِنَّ أَفْضَلَ رِِبَاطكُمْ عَسْقَلَانُ
    “Permulaan dari perkara ini (Islam) adalah kenabian dan rahmat. Berikutnya tegaknya khilafah dan rahmat. Selanjutnya muncul kerajaan dan rahmat. Kemudian, orang-orang memperebutkannya, seperti kuda-kuda yang berebut. Maka, kewajiban kalian untuk berjihad. Sesungguhnya sebaik-baik jihad adalah ribath. Sebaik-baik tempat ribath adalah Asqalan”. [Ash Shahihah, 3270].
    ‘Asqalan telah dikenal sejak dahulu. Menempati tempat strategis di bibir pantai, ramai dengan perdagangan. Palestina tidak pernah ditaklukkan, kecuali diawali dengan penaklukkan ‘Asqalan.

    6. Cahaya Iman Memancar Dari Syam Saat Fitnah Berkecamuk.
    Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata : Rasulullah bersabda :
    إِنِّيْ رَأَيْتُ كَأَنَّ عَمُوْدَ الْكِتَابِ انْتُزِعَ مِنْ تَحْتِ وِسَادَتِيْ, فَأَتْبَعْتُهُ بَصَرِيْ. فَإِذَاهُوَ نُورٌ سَاطِعٌ عُمِدَ إلَى الشَّامِ ألَا وَإنَّ الْإيْمَانَ إذَا وَقَعَتْ الْفِتَنُ بِالشَّامِ
    “Sesungguhnya saya melihat seakan-akan tonggak al Kitab telah tercabut dari bawah bantalku. Maka, aku mengikutinya dengan pandanganku. Tiba-tiba terdapat cahaya terang-benderang yang mengarah menuju Syam. Ketahuilah, sesungguhnya iman, apabila telah terjadi beragam fitnah, berada di Syam”. [Shahihut-Targhib wat-Tarhib, no. 3092].
    Al ‘Izz bin Abdis Salam rahimahullah berkata,”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan, bahwa tiang Islam, yaitu iman, pada saat terjadinya fitnah-fitnah, berada di Syam. Artinya, apabila fitnah-fitnah yang muncul telah mengancam agama Islam, maka penduduk Syam berlepas diri darinya. Mereka tetap istiqamah di atas iman. Jika muncul (fitnah yang) tidak mengancam agama, maka penduduk Syam mengamalkan konsekwensi iman. Apakah ada sanjungan yang lebih sempurna dari itu?”
    Demikianlah, keberkahan tanah Palestina dan sekitarnya. Oleh karena itu Syaikh Salim bin ‘Id al Hilali menjelaskan, bahwa kewajiban (kepada penduduk) Syam yang telah Allah berikan karunia dengan keutamaan-keutamaan ini, untuk melenyapkan noda-noda, kotoran-kotoran dan kekeruhannya. Sebagai upaya persiapan menyambut cahaya Islam (yang termuat dalam hadits-hadits) yang akan menguasai tanahnya. Meskipun orang-orang jahat membencinya.[26]
    Salman al Farisi Radhiyallahu ‘anhu berkata :
    إِنَّ الْأَرْضَ لَا تُقَدِّسُ أَحَدًا وَإِنَّمَا يُقَدِّسُ الْإِنْسَانَ عَمَلُهُ
    “Sesungguhnya tanah suci tidak mensucikan siapapun. Yang mensucikan manusia adalah amalannya”. [Riwayat Imam Malik, 2/796].
    Washalallahu ‘ala nabiyina Muhammad wa ‘ala alihi wa ash-habihi ajma’in.
    Maraji :
    1. Zadul Masir fi ‘Ilmit-Tafsir, Ibnul Jauzi, Maktabatul Islami, Cetakan III, Th. 1404H-1984M.
    2. Al Jami’ li Ahkamil Qur`an, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al Qurthubi. Tahqiq Abdur Razzaq al Mahdi, Maktabah Rusyd, Cet. II, Th. 1420H-1999M.
    3. Majalah Manarusy-Syam, Edisi 1, Jumadal Ula 1425H dan Terbitan Markaz al Imam al Albani Lid-Dirasatil Manhajiyyah wal Abhats al ‘Ilmiyyah.
    4. Majalah al Ashalah, Edisi 30 Th. V, 15 Syawal 1421H, Markaz al Imam al Albani Lid Dirasatil Manhajiyyah wal Abhats al ‘Ilmiyyah.
    5. Silsilatul Ahaditsish-Shahihah, Muhammad Nashiruddin al Albani Maktabah Ma’arif, Cet. Th. 1415H-1995M.
    6. Jami’ul Bayan ‘an Ta`wil Ayil-Qur`an, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath Thabari, Darul Ihyaut Turatsil ‘Arabi. Cet. I, Th. 1421H-2001M.
    7. Shahihut-Targhib wat-Tarhib, Muhammad Nashiruddin al Albani Maktabah Ma’arif Cet. I Th. 1421H-2000M
    8. Taisirul Karimir Rahman Fi Tafsiri Kalamil Mannan Abdur Rahman bin Nashir as Sa’id. Tahqiq Abdur Rahman bin Mu’alla al Luwaihiq Muassasah Risalah Cet. I, Th. 1423H-2202M
    9. Al Irsyad ila Tash-hihil I’tiqad, Dr. Shalih bin Fauzan al Fauzan Maktabah al Ilm Jedah. Cet. I, Th. 1414H.
    10. Tafsirul Qur`anil ‘Azhim, Abul Fida Ibnu Katsir ad Dimasyqi, Darul Kutubil ‘Ilmiyah Cet. II, Th. 1422H-2001M.
    11. Syarhul ‘Aiqdatith-Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izzi, takhrij Muhammad Nashiruddin al Albani, Maktabul Islami, Cet. VIII, Th. 1404H-1984M.


    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus (7-8)/Tahun X/1427H/2006. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

     https://almanhaj.or.id/2433-keberkahan-bumi-syam.html


    (Disusun ulang oleh Yusuuf Arifin dengan sedikit tambahan)


    Download video Khutbah Syaikh Arifi yang mengguncang dunia tersebut ~disini~


    Footnote
    [1]. Lihat Tafsir ath Thabari (15/5), Tafsir al Qurthubi (10/180), Zaadul Masir (5/3), Tafsir al Qur’anul ‘Azhim (5/5), ad Durr al Mantsur (5/181), dan Taisir al Karimir Rahman (1/1153).
    [2]. HR at Tirmidzi (5/181 no. 2920), Ibnu Khuzaimah di dalam shahihnya (2/191 no. 1163), dan lain-lain. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al Albani t di Shahih at Tirmidzi dan Shahihul Jami’ (4874).
    [3]. HR al Bukhari (4/1741, 1765, dan 1910, no. 4431, 4462, dan 4708) dan lain-lain. Lihat pula keterangan makna lafazh (العِتَاقِ الأُوَلِ) dan (تِلاَدِيْ) dalam an Nihayah Fi Gharib al Hadits wa al Atsar (1/193) dan (2/158).
    [4]. Jami’ul Bayan, 15/5; al Jami’ li Ahkamil Qur`an, 10/180.
    [5]. Jami’ul Bayan , 15/5.
    [6]. Tafsirul Qaur`anil ‘Azhim, 3/1
    [7]. Taisirul Karimir Rahman, halaman 453.
    [8]. Taisirul Karimir Rahman, halaman 453.
    [9]. Jami’ul Bayan , 15/21.
    [10]. Syarhul ‘Aqidatith-Thahawiyah, halaman 226.
    [11]. Terdapat perselisihan di kalangan ulama. Sebagian ulama memandang yang dimaksud adalah Masjidil Haram itu sendiri. Pendapat kedua, pendapat sebagian besar ulama tafsir, beliau berangkat dari rumah Ummu Hani`Isra. Atas dasar pendapat ini, yang dimaksud dengan al Masjidil Haram adalah kota al Haram (kota suci Mekah). Zadul Masir (9 : 4-5). Silahkah lihat keterangan Syaikh as Sa’di dalam tafsirnya hlm. 453.
    [12]. Silahkan lihat Jami’ul Bayan, 15/9; Zadul Masir, 5/5; Tafsirul Qur`anil ‘Azhim, 3/3.
    [13]. Jami’ul Bayan, 15/9; al Jami’ li Ahkamil Qur`an, 9/187.
    [14]. Syarhul ‘Aqidatith-Thahawiyah, halaman 226.
    [15]. Jami’ul Bayan, 15/22.
    [16]. Silahkan lihat Taisirul Karimir Rahman, 453.
    [17]. Al Jami’u li Ahkamil Qur`an, 10/188.
    [18]. Jami’ul Bayan, 15/22. Imam Ibnu Katsir secara panjang lebar membawakan riwayat-riwayat tersebut dalam kitab tafsirnya. Pembahasan tentang Isra` Mi’raj pernah kami kupas pada Majalah as Sunnah, Edisi 06/Th VI/1423H- 2002M.
    [19]. Jami’ul Bayan, 15/22.
    [20]. Tafsirul Qur`anil ‘Azhim, 3/3.
    [21]. Diadaptasi dari Majalah Manarusy-Syam, Edisi 1, Jumadal Ula 1425H dan al Ashalah, Edisi 30 Th. V, 15 Syawal 1421 H.
    [22]. Al Irsyad ila Tash-hihil I’tiqad, halaman 256.
    [23]. Shahihut-Targhib wat-Tarhib, karya al Albani, halaman 3/192 –196.
    [24]. Hadits shahih li ghairihi. Lihat Shahihut-Targhib wat-Tarhib, no. 3089.
    [25]. HR at Tirmidzi. Lihat Shahihut-Targhib wat-Tarhib, no 3095; ash-Shahihah, no. 503.
    [26]. Ath-Thaifah al Manshurah wal Biladil Muqaddasah, Majalah al Ashalah, Edisi 30, Th. V, halaman

    Senin, 28 Maret 2016

    ~Melawan Lupa~ Lagu Ya Thoybah yang dinyanyikan oleh Haddad Alwi dan pernah booming, ternyata adalah syiar syiah.

    Pujian bagi Allah Rabb semesta alam, aku bersaksi tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, Dialah wali/pelindung bagi orang-orang yang sholeh. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad -shollallahu alaihi wa sallam- adalah hamba dan Rasul-Nya yang jujur, pemberi peringatan dan orang yang terpercaya. Sholawat dan salam dari Rabbku semoga tercurah atasnya serta keluarga dan para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat dan atas semua Rasul Allah yang lainnya.
    Amma ba’du:
    - See more at: http://www.majalahislami.com/page/16/#sthash.MMjubneI.dpuf
    Pujian bagi Allah Rabb semesta alam, aku bersaksi tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, Dialah wali/pelindung bagi orang-orang yang sholeh. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad -shollallahu alaihi wa sallam- adalah hamba dan Rasul-Nya yang jujur, pemberi peringatan dan orang yang terpercaya. Sholawat dan salam dari Rabbku semoga tercurah atasnya serta keluarga dan para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat dan atas semua Rasul Allah yang lainnya.
    Amma ba’du:
    - See more at: http://www.majalahislami.com/page/16/#sthash.MMjubneI.dpuf

    Pujian bagi Allah Rabb semesta alam, aku bersaksi tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, Dialah wali/pelindung bagi orang-orang yang sholeh. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad -shollallahu alaihi wa sallam- adalah hamba dan Rasul-Nya yang jujur, pemberi peringatan dan orang yang terpercaya. Sholawat dan salam dari Rabbku semoga tercurah atasnya serta keluarga dan para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat dan atas semua Rasul Allah yang lainnya.

    Amma ba’du
       Lagu Ya Thoybah yang dinyanyikan oleh Haddad Alwi dan pernah booming, ternyata adalah syiar syiah. Bagaimana membuktikan lagu itu syiar Syiah sedangkan di kalangan Sunni (ahlus sunnah) juga ada nasyid atau qasidah Ya Thoybah?:

    A . Pertama Ya Thoybah versi Kalangan Sunni

      Meskipun di kalangan Sunni (ahlus sunnah) juga ada nasyid dengan judul dan nada yang sama, ternyata liriknya berbeda. Setidaknya ada dua versi Ya Thoybah di kalangan sunni. Yang pertama adalah tentang Madinah. Thoybah sendiri merupakan salah satu julukan kota Madinah setelah Rasulullah hijrah, sebelumnya bernama Yatsrib.

    Artinya kurang lebih demikian:

    Wahai Thoybah, wahai Thoybah,
    Penawar kepada yang sabar
    Kami merindukanmu
    Dan kecintaan telah membawakanku kepadamu

    Aku tertinggal ketika kapal berlayar
    Mereka berlayar pergi dan tangisanku tidak mengering
    Mereka telah membawa pergi jiwa dan ragaku bersama
    Wahai Thoybah, engkau cinta dan rindu

    Wahai kiblatku (Ka’bah), Rumah Allah, aku bersabar
    Mungkin suatu hari akan datang mengunjungimu
    Aku tertanya-tanya, adakah aku akan melihat Kaabah
    dan merasa kagum dengan keselamatannya

    Nabi kami, impian tertinggiku adalah menziarahimu
    Sekurang-kurangnya sekali seumur hidupku
    dan dekat dengan engkau dalam menjalankan ibadahku
    untuk memuji Tuhanku dan membaca Qur’an

    Wahai Madinah, betapa beruntungnya engkau
    dengan kedatangan bintang petunjuk itu
    Izinkan aku berlindung di sisimu
    Benarlah, cahayamu telah membuatku kagum.


    Sementara itu, sebagaimana kita ketahui bahwa Syaikh Misyari Rasyid Al-Afasy juga mengeluarkan album “Yaa Thaybaa”. Syaikh Misyari Rasyid sendiri merupakan seorang Ahlussunnah yang sangat membenci Syiah, beliau hafidzahullah juga merupakan Imam Besar di Masjid Kuwait yang terkenal akan suara emasnya. Dalam lirik beliau pun tidak ada musiknya berbeda dengan Haddad Alwi yang menggunakan musik , Nasyid yand dilantunkan Syaikh Misyari Rasyid Hafidzahullah sama sekali tidak ada unsur kesyirikan ataupun ghuluw, apalagi sampai mengkultuskan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam atau Ali Radhiallahu'anhu atau yang lainnya.




    Simak lirik lagu “Yaa Thaybah” Syaikh Misyari Rasyid Alafasy berikut:

    يا طيبة يا طيبة يا دوا العيانا
    اشتقنالك والهوى نادانا

    Ya Taiba Ya Taiba Ya Dawal Aiyyaana
    Shtiknaa Lak Wilhawana Daana
    Wilhawana Daana

    لما سار المركب ناساني
    سار والدمع ماجفاني

    Lammasaa Rilmarkabnaa Saani
    Saaru-ul Dam-ai Maa-Ja-Faani

    أخذوا قلبي مع جناني
    يا طيبة يا تيم الولهانا

    Aakhazu Kalbi Ma Jinaani
    Ya Taiba Yaati Malwal Haana
    Yaati Malwal Haana

    قبلتي بيت الله صابر
    علني يوما لكِ زائر

    Qiblaati Baitullahi Saabir Al-Laani Yaumal-Laki Zaayeer

    ياتُرى هل تراني ناظر
    للكعبة وتغمرني بأمانا

    Ya Turah Haltaraani Naazir Lilkaaba Tug Murnib Aamaana
    Wa Tug Murnib Aamaana

    نبينا أغلى أمنياتي
    أزورك لو مرة بحياتي

    Nabina Agla Um-Nniyaati
    Azur-rak Lov Mar-Rab Hayaati

    وبجوارك صلي صلاتي
    وأذكر ربي وأتلو القرآنا

    Wab-Jiwa-Rak Salli Salaati Wazkur Raab-bi-wat-lul Quraa’na
    Wat-lul Quraa’na

    بُشراكِ المدينة بشراكِ
    بقدوم الهادي يا بشراكِ

    Bushraki-il Madina Bushraki
    Bi-Kudumil-Haadi Ya Bushraki

    فهل لي مأوى في حماكِ
    أتمنى فالنور سبانا
    نوركم سبانا

    Fa Haal-Li Maawa Fihi Maaki Ataman-Na Fan-Nooru Sabaana
    Nooru-Kum Sabana

    mari kita simak lirik lagu “Yaa Thaybah” Syaikh Misyari Rasyid Alafasy berikut:
    يا طيبة يا طيبة يا دوا العيانا
    اشتقنالك والهوى نادانا
    Ya Taiba Ya Taiba Ya Dawal Aiyyaana
    Shtiknaa Lak Wilhawana Daana
    Wilhawana Daana

    لما سار المركب ناساني
    سار والدمع ماجفاني
    Lammasaa Rilmarkabnaa Saani
    Saaru-ul Dam-ai Maa-Ja-Faani
    أخذوا قلبي مع جناني
    يا طيبة يا تيم الولهانا
    Aakhazu Kalbi Ma Jinaani
    Ya Taiba Yaati Malwal Haana
    Yaati Malwal Haana

    قبلتي بيت الله صابر
    علني يوما لكِ زائر
    Qiblaati Baitullahi Saabir Al-Laani Yaumal-Laki Zaayeer
    ياتُرى هل تراني ناظر
    للكعبة وتغمرني بأمانا
    Ya Turah Haltaraani Naazir Lilkaaba Tug Murnib Aamaana
    Wa Tug Murnib Aamaana
    نبينا أغلى أمنياتي
    أزورك لو مرة بحياتي
    Nabina Agla Um-Nniyaati
    Azur-rak Lov Mar-Rab Hayaati
    وبجوارك صلي صلاتي
    وأذكر ربي وأتلو القرآنا
    Wab-Jiwa-Rak Salli Salaati Wazkur Raab-bi-wat-lul Quraa’na
    Wat-lul Quraa’na

    بُشراكِ المدينة بشراكِ
    بقدوم الهادي يا بشراكِ
    Bushraki-il Madina Bushraki
    Bi-Kudumil-Haadi Ya Bushraki
    فهل لي مأوى في حماكِ
    أتمنى فالنور سبانا
    نوركم سبانا
    Fa Haal-Li Maawa Fihi Maaki Ataman-Na Fan-Nooru Sabaana
    Nooru-Kum Sabana

    - See more at: http://www.arrahmah.com/news/2015/05/05/perbedaan-lagu-yaa-thaybah-versi-syiah-hadad-alwi-dengan-versi-syaikh-misyari-rasyid1.html#sthash.B1mxRSRD.dpuf
    Sementara itu, sebagaimana kita ketahui bahwa Syaikh Misyari Rasyid Alafasy juga mengeluarkan album “Yaa Thaybaa”. Syaikh Misyari Rasyid sendiri merupakan seorang Ahlussunnah yang sangat membenci Syiah. - See more at: http://www.arrahmah.com/news/2015/05/05/perbedaan-lagu-yaa-thaybah-versi-syiah-hadad-alwi-dengan-versi-syaikh-misyari-rasyid1.html#sthash.B1mxRSRD.dpuf

    B. Sedangkan lagu Ya Thoybah yang dibawakan oleh Haddad Alwi persis dengan lagu Ya Thoybah versi Syiah ini, yaitu:

     

    1. Coba simak lirik lagu “Yaa Thaybah” versi Syiah yang dibawakan oleh Hadad Alwi berikut:

    يَا طَيْبَة يَا طَيْبَة يَا دَوَالْعيَا نَا
    اِشْتَقْنَا لِكْ وَالْهَوَى نَادَانَا، وَالْهَوَى نَادَانَا

    Yaa thaybah, yaa thaybah, yaa dawal’ayanaa
    Isytaqnaa lika wal hawaa nadaana, wal hawa nadaana

    يَا عَلِىَّ يَاابْنَ اَ بِى طَا لِبْ
    مِنْكُمُ مَصْدَرُ المَوَا هِبْ
    يَا تُرَ ى هَلْ ءُرَى لِى حَاجِبْ
    عِنْدُكُمْ اَفضَلُل الغِلمَاَنَ اَفضَلُل الغِلمَاَ نَ

    Yaa ‘aliy yaa ibna abi thalib
    Minkumu mashdarul mawahib
    Yaa tura hal ura liy haajib
    ‘Indakum afdhalul ghilmana, afdhalul ghilmana

    اَسْيَادِي الْحَسَنْ وَالحُسيْنِ
    اِلَى النَّبِيِ قُرَّ ةْ عَيْنِ
    يَا شَبَا بَ الجَنَّتَيْنِ
    جَدُّكُمْ صَا حِبُ القُرْ آنَ صَا حِبُ القُرْ آنَ

    Asyadiy alhasan wal husaini
    Ila annabiy qurrata ‘aini
    Yaa syababal jannataini
    Jaddukum shahibul qurana, shahibul qurana.
    - See more at: http://www.arrahmah.com/news/2015/05/05/perbedaan-lagu-yaa-thaybah-versi-syiah-hadad-alwi-dengan-versi-syaikh-misyari-rasyid1.html#sthash.ip5bUp75.dpuf

    Mengapa lagu ini terlarang bagi umat Islam?

    Lagu “Yaa Thaybah” versi Syiah dan Hadad Alwi terkontaminasi dengan bentuk kesyirikan dan ghuluw. Syirik karena memuji Ali, Hasan dan Husein radhiallahu anhum melebihi taraf normal sampai pada titik pengagungan laksana Tuhan. Ghuluw karena sastra yang dibawakan tidak seharusnya disandarkan kepada manusia.
    Di mana letak penuhanannya?

    Ada pada 3 kalimat berikut:

    Pertama,

    يَا دَوَالْعيَا نَا
    اِشْتَقْنَا لِكْ وَالْهَوَى نَادَانَا، وَالْهَوَى نَادَانَا

    Yaa dawal’ayanaa
    Wal hawaa nadaana, wal hawa nadaana

    Artinya:

    Wahai penyejuk mata kami. Kami telah merindukanmu dan hawa itu telah memanggil kami, dan hawa itu telah memanggil kami.

    Kedua,

    يَا عَلِىَّ يَاابْنَ اَ بِى طَا لِبْ
    مِنْكُمُ مَصْدَرُ المَوَا هِبْ

    Yaa ‘aliy yaa ibna abi thalib
    Minkummashdarul mawahib

    Artinya:

    Wahai Ali,wahai putera Abi Thalib darimu lah sumber keutamaan.

    Ketiga,

    يَا تُرَ ى هَلْ ءُرَى لِى حَاجِبْ

    Yaa tura hal ura liy haajib

    Artinya:

    Wahai engkau yang dilihat (maksudnya ‘Ali pada baris sebelumnya), apakah tirai menjadi penghalang bagiku (dari melihatmu).

    Sungguh jika dilihat pada tiga kalimat di atas, nyatalah mereka kufur kepada Allah. Tidak ada kerinduan mereka kepada Allah, mereka tidak ingat kepada Allah ketika mengucapkan kalimat-kalimat itu. Seakan-akan semua hidup dan mati hanya dipersembahkan untuk keluarga ‘Ali dengan melupakan Allah.

    Bagaimanapun, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah manusia biasa, bukan Tuhan. Di dalam nyanyian itu sampai disanjung sebegitu, dianggap, dari Ali lah sumber anugerah-anugerah atau bakat-bakat atau keutamaan-keutamaan. Ini sangat berlebih-lebihan alias ghuluw.

    Rasulullah Shalallahu alaihi wassallam bersabda: “Jauhilah olehmu ghuluw (berlebih-lebihan), karena sesungguhnya rusaknya orang sebelum kalian itu hanyalah karena ghuluw –berlebih-lebihan– dalam agama.” (HR Ahmad, An-Nasaai, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, dari Ibnu Abbas, Shahih)

    Bahkan Nabi Shallallahu alaihi wassallam sendiri melarang kita, umatnya, agar jangan terlalu berlebihan memuji dan memuja diri beliau. Pada diri beliau yang mulia saja terlarang, apalagi pada diri orang lain, tentu hal itu dilarang keras. Beliau bersabda:

    “Janganlah kalian memuji/menyanjung aku secara berlebihan, sebagaimana kaum Nasrani menyanjung Isa bin Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah ‘hamba Allah dan Rasul-Nya” (HR. Al-Bukhari (no. 3445), at-Tirmidzi dalam Mukhtasharusy Syamaa-il al-Mu-hammadiyyah (no. 284), Ahmad (I/23, 24, 47, 55), ad-Darimi (II/320) dan yang lainnya, dari Sahabat ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu)

    Telah bercerita kepada kami Al Humaidiy telah bercerita kepada kami Sufyan berkata, aku mendengar Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhu bahwa dia mendengar ‘Umar radliallahu ‘anhu berkata di atas mimbar, “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda: ‘Janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku (mengkultuskan) sebagaimana orang Nashrani mengkultuskan ‘Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka itu katakanlah ‘abdullahu wa rasuuluh (hamba Allah dan utusan-Nya”). (HR. Bukhari)

    Dalam sebuah hadits juga disebutkan,
    (Ya) Rasulullah, wahai orang yang terbaik di antara kami dan putera orang yang terbaik di antara kami! Wahai sayyid kami dan putera sayyid kami!’ Maka seketika itu juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    “Wahai manusia, ucapkanlah dengan yang biasa (wajar) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh syaithan, aku (tidak lebih) adalah Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak suka kalian mengangkat (menyanjung)ku di atas (melebihi) kedudukan yang telah Allah berikan kepadaku.” (HR. Ahmad (III/153, 241, 249), an-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 249, 250) dan al-Lalika-i dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlussunnah wal Jamaa’ah (no. 2675). Sanadnya shahih dari Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu)

    Ali radhiallahu anhu sendiri pernah disikapi seperti itu. Abdullah bin Saba’, pendeta Yahudi dari Yaman yang pura-pura masuk Islam, bekata kepada Ali: “Engkau lah Allah”. Maka Ali bermaksud membunuhnya, namun dilarang oleh Ibnu Abbas. Kemudian Ali cukup membuangnya ke Madain (Iran). Dalam riwayat lain, Abdullah bin Saba’ disuruh bertaubat namun tidak mau. Maka ia lalu dibakar oleh Ali (dalam suatu riwayat). (lihat Rijal Al-Kusyi, hal 106-108, 305; seperti dikutip KH Drs Moh Dawam Anwar, Mengapa Kita Menolak Syi’ah, LPPI Jakarta, cetakan II, 1998, hal 5-6)

    Rupanya antek-antek Abdullah bin Saba’ kini berleluasa menyebarkan missinya. Kelompok yang oknum-oknumnya diakui sebagai para pendukung tersebarnya aliran sesat di Indonesia itu juga merupakan kelompok yang ghuluw dalam menyanjung Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Contohnya adalah nyanyian mereka dalam pengajian-pengajian yang dikenal dengan nyanyian Ya Robbi bil Mushtofaa yang juga salah satu lagunya Hadad Alwi.
    Adakah fatwa Ulama tentang lagu ini?

    Tentang lagu ini sudah dikomentari oleh Syaikh Sholih Ibn Sa’ad Al-Suhaimi dan Syaikh Ubad Al-Jabri yang dapat dibaca di http://alfirqatunnajiyyah.blogspot.com/2012/02/yaa-thoybah.html

    Selain lagu “Yaa Thaybah” ini, lagu-lagu Hadad Alwi yang lainnya juga banyak mengandung unsur Syiah seperti “Ya Rabbibil Mustafa”, “Ummiy”, dan bahkan dalam videonya juga terdapat batu karbala yang digunakan sebagai atribut ritual Syiah sebagaimana dalam video klip “Yaa Thaybah” di atas (pembahasan video tersebut di blog ini kami tayangkan dibawah setelah paragraf ini (No 3).
    Wallahu’alam.

    (banan/arrahmah.com)
    - See more at: http://www.arrahmah.com/news/2015/05/05/perbedaan-lagu-yaa-thaybah-versi-syiah-hadad-alwi-dengan-versi-syaikh-misyari-rasyid1.html#sthash.ip5bUp75.dpuf

    Mengapa lagu ini terlarang bagi umat Islam?

    Lagu “Yaa Thaybah” versi Syiah dan Hadad Alwi terkontaminasi dengan bentuk kesyirikan dan ghuluw. Syirik karena memuji Ali, Hasan dan Husein radhiallahu anhum melebihi taraf normal sampai pada titik pengagungan laksana Tuhan. Ghuluw karena sastra yang dibawakan tidak seharusnya disandarkan kepada manusia.

    Di mana letak penuhanannya?

    Ada pada 3 kalimat berikut:
    Pertama,
    يَا دَوَالْعيَا نَا
    اِشْتَقْنَا لِكْ وَالْهَوَى نَادَانَا، وَالْهَوَى نَادَانَا
    Yaa dawal’ayanaa
    Wal hawaa nadaana, wal hawa nadaana
    Artinya:
    Wahai penyejuk mata kami. Kami telah merindukanmu dan hawa itu telah memanggil kami, dan hawa itu telah memanggil kami.
    Kedua,
    يَا عَلِىَّ يَاابْنَ اَ بِى طَا لِبْ
    مِنْكُمُ مَصْدَرُ المَوَا هِبْ
    Yaa ‘aliy yaa ibna abi thalib
    Minkummashdarul mawahib
    Artinya:
    Wahai Ali,wahai putera Abi Thalib darimu lah sumber keutamaan.
    Ketiga,
    يَا تُرَ ى هَلْ ءُرَى لِى حَاجِبْ
    Yaa tura hal ura liy haajib
    Artinya:
    Wahai engkau yang dilihat (maksudnya ‘Ali pada baris sebelumnya), apakah tirai menjadi penghalang bagiku (dari melihatmu).
    Sungguh jika dilihat pada tiga kalimat di atas, nyatalah mereka kufur kepada Allah. Tidak ada kerinduan mereka kepada Allah, mereka tidak ingat kepada Allah ketika mengucapkan kalimat-kalimat itu. Seakan-akan semua hidup dan mati hanya dipersembahkan untuk keluarga ‘Ali dengan melupakan Allah.
    Bagaimanapun, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah manusia biasa, bukan Tuhan. Di dalam nyanyian itu sampai disanjung sebegitu, dianggap, dari Ali lah sumber anugerah-anugerah atau bakat-bakat atau keutamaan-keutamaan. Ini sangat berlebih-lebihan alias ghuluw.
    Rasulullah Shalallahu alaihi wassallam bersabda: “Jauhilah olehmu ghuluw (berlebih-lebihan), karena sesungguhnya rusaknya orang sebelum kalian itu hanyalah karena ghuluw –berlebih-lebihan– dalam agama.” (HR Ahmad, An-Nasaai, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, dari Ibnu Abbas, Shahih)
    Bahkan Nabi Shallallahu alaihi wassallam sendiri melarang kita, umatnya, agar jangan terlalu berlebihan memuji dan memuja diri beliau. Pada diri beliau yang mulia saja terlarang, apalagi pada diri orang lain, tentu hal itu dilarang keras. Beliau bersabda:
    “Janganlah kalian memuji/menyanjung aku secara berlebihan, sebagaimana kaum Nasrani menyanjung Isa bin Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah ‘hamba Allah dan Rasul-Nya” (HR. Al-Bukhari (no. 3445), at-Tirmidzi dalam Mukhtasharusy Syamaa-il al-Mu-hammadiyyah (no. 284), Ahmad (I/23, 24, 47, 55), ad-Darimi (II/320) dan yang lainnya, dari Sahabat ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu)
    Telah bercerita kepada kami Al Humaidiy telah bercerita kepada kami Sufyan berkata, aku mendengar Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhu bahwa dia mendengar ‘Umar radliallahu ‘anhu berkata di atas mimbar, “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda: ‘Janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku (mengkultuskan) sebagaimana orang Nashrani mengkultuskan ‘Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka itu katakanlah ‘abdullahu wa rasuuluh (hamba Allah dan utusan-Nya”). (HR. Bukhari)
    Rasulullah, wahai orang yang terbaik di antara kami dan putera orang yang terbaik di antara kami! Wahai sayyid kami dan putera sayyid kami!’ Maka seketika itu juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    “Wahai manusia, ucapkanlah dengan yang biasa (wajar) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh syaithan, aku (tidak lebih) adalah Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak suka kalian mengangkat (menyanjung)ku di atas (melebihi) kedudukan yang telah Allah berikan kepadaku.” (HR. Ahmad (III/153, 241, 249), an-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 249, 250) dan al-Lalika-i dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlussunnah wal Jamaa’ah (no. 2675). Sanadnya shahih dari Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu)
    Ali radhiallahu anhu sendiri pernah disikapi seperti itu. Abdullah bin Saba’, pendeta Yahudi dari Yaman yang pura-pura masuk Islam, bekata kepada Ali: “Engkau lah Allah”. Maka Ali bermaksud membunuhnya, namun dilarang oleh Ibnu Abbas. Kemudian Ali cukup membuangnya ke Madain (Iran). Dalam riwayat lain, Abdullah bin Saba’ disuruh bertaubat namun tidak mau. Maka ia lalu dibakar oleh Ali (dalam suatu riwayat). (lihat Rijal Al-Kusyi, hal 106-108, 305; seperti dikutip KH Drs Moh Dawam Anwar, Mengapa Kita Menolak Syi’ah, LPPI Jakarta, cetakan II, 1998, hal 5-6)
    Rupanya antek-antek Abdullah bin Saba’ kini berleluasa menyebarkan missinya. Kelompok yang oknum-oknumnya diakui sebagai para pendukung tersebarnya aliran sesat di Indonesia itu juga merupakan kelompok yang ghuluw dalam menyanjung Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Contohnya adalah nyanyian mereka dalam pengajian-pengajian yang dikenal dengan nyanyian Ya Robbi bil Mushtofaa yang juga salah satu lagunya Hadad Alwi.

    Adakah fatwa Ulama tentang lagu ini?

    Tentang lagu ini sudah dikomentari oleh Syaikh Sholih Ibn Sa’ad Al-Suhaimi dan Syaikh Ubad Al-Jabri yang dapat dibaca di http://alfirqatunnajiyyah.blogspot.com/2012/02/yaa-thoybah.html
    Selain lagu “Yaa Thaybah” ini, lagu-lagu Hadad Alwi yang lainnya juga banyak mengandung unsur Syiah seperti “Ya Rabbibil Mustafa”, “Ummiy”, dan bahkan dalam videonya juga terdapat batu karbala yang digunakan sebagai atribut ritual Syiah sebagaimana dalam video klip “Yaa Thaybah” di atas. Wallahu’alam.
    (banan/arrahmah.com)
    - See more at: http://www.arrahmah.com/news/2015/05/05/perbedaan-lagu-yaa-thaybah-versi-syiah-hadad-alwi-dengan-versi-syaikh-misyari-rasyid1.html#sthash.ip5bUp75.dpuf

    Mengapa lagu ini terlarang bagi umat Islam?

    Lagu “Yaa Thaybah” versi Syiah dan Hadad Alwi terkontaminasi dengan bentuk kesyirikan dan ghuluw. Syirik karena memuji Ali, Hasan dan Husein radhiallahu anhum melebihi taraf normal sampai pada titik pengagungan laksana Tuhan. Ghuluw karena sastra yang dibawakan tidak seharusnya disandarkan kepada manusia.

    Di mana letak penuhanannya?

    Ada pada 3 kalimat berikut:
    Pertama,
    يَا دَوَالْعيَا نَا
    اِشْتَقْنَا لِكْ وَالْهَوَى نَادَانَا، وَالْهَوَى نَادَانَا
    Yaa dawal’ayanaa
    Wal hawaa nadaana, wal hawa nadaana
    Artinya:
    Wahai penyejuk mata kami. Kami telah merindukanmu dan hawa itu telah memanggil kami, dan hawa itu telah memanggil kami.
    Kedua,
    يَا عَلِىَّ يَاابْنَ اَ بِى طَا لِبْ
    مِنْكُمُ مَصْدَرُ المَوَا هِبْ
    Yaa ‘aliy yaa ibna abi thalib
    Minkummashdarul mawahib
    Artinya:
    Wahai Ali,wahai putera Abi Thalib darimu lah sumber keutamaan.
    Ketiga,
    يَا تُرَ ى هَلْ ءُرَى لِى حَاجِبْ
    Yaa tura hal ura liy haajib
    Artinya:
    Wahai engkau yang dilihat (maksudnya ‘Ali pada baris sebelumnya), apakah tirai menjadi penghalang bagiku (dari melihatmu).
    Sungguh jika dilihat pada tiga kalimat di atas, nyatalah mereka kufur kepada Allah. Tidak ada kerinduan mereka kepada Allah, mereka tidak ingat kepada Allah ketika mengucapkan kalimat-kalimat itu. Seakan-akan semua hidup dan mati hanya dipersembahkan untuk keluarga ‘Ali dengan melupakan Allah.
    Bagaimanapun, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah manusia biasa, bukan Tuhan. Di dalam nyanyian itu sampai disanjung sebegitu, dianggap, dari Ali lah sumber anugerah-anugerah atau bakat-bakat atau keutamaan-keutamaan. Ini sangat berlebih-lebihan alias ghuluw.
    Rasulullah Shalallahu alaihi wassallam bersabda: “Jauhilah olehmu ghuluw (berlebih-lebihan), karena sesungguhnya rusaknya orang sebelum kalian itu hanyalah karena ghuluw –berlebih-lebihan– dalam agama.” (HR Ahmad, An-Nasaai, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, dari Ibnu Abbas, Shahih)
    Bahkan Nabi Shallallahu alaihi wassallam sendiri melarang kita, umatnya, agar jangan terlalu berlebihan memuji dan memuja diri beliau. Pada diri beliau yang mulia saja terlarang, apalagi pada diri orang lain, tentu hal itu dilarang keras. Beliau bersabda:
    “Janganlah kalian memuji/menyanjung aku secara berlebihan, sebagaimana kaum Nasrani menyanjung Isa bin Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah ‘hamba Allah dan Rasul-Nya” (HR. Al-Bukhari (no. 3445), at-Tirmidzi dalam Mukhtasharusy Syamaa-il al-Mu-hammadiyyah (no. 284), Ahmad (I/23, 24, 47, 55), ad-Darimi (II/320) dan yang lainnya, dari Sahabat ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu)
    Telah bercerita kepada kami Al Humaidiy telah bercerita kepada kami Sufyan berkata, aku mendengar Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhu bahwa dia mendengar ‘Umar radliallahu ‘anhu berkata di atas mimbar, “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda: ‘Janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku (mengkultuskan) sebagaimana orang Nashrani mengkultuskan ‘Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka itu katakanlah ‘abdullahu wa rasuuluh (hamba Allah dan utusan-Nya”). (HR. Bukhari)
    Rasulullah, wahai orang yang terbaik di antara kami dan putera orang yang terbaik di antara kami! Wahai sayyid kami dan putera sayyid kami!’ Maka seketika itu juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    “Wahai manusia, ucapkanlah dengan yang biasa (wajar) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh syaithan, aku (tidak lebih) adalah Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak suka kalian mengangkat (menyanjung)ku di atas (melebihi) kedudukan yang telah Allah berikan kepadaku.” (HR. Ahmad (III/153, 241, 249), an-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 249, 250) dan al-Lalika-i dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlussunnah wal Jamaa’ah (no. 2675). Sanadnya shahih dari Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu)
    Ali radhiallahu anhu sendiri pernah disikapi seperti itu. Abdullah bin Saba’, pendeta Yahudi dari Yaman yang pura-pura masuk Islam, bekata kepada Ali: “Engkau lah Allah”. Maka Ali bermaksud membunuhnya, namun dilarang oleh Ibnu Abbas. Kemudian Ali cukup membuangnya ke Madain (Iran). Dalam riwayat lain, Abdullah bin Saba’ disuruh bertaubat namun tidak mau. Maka ia lalu dibakar oleh Ali (dalam suatu riwayat). (lihat Rijal Al-Kusyi, hal 106-108, 305; seperti dikutip KH Drs Moh Dawam Anwar, Mengapa Kita Menolak Syi’ah, LPPI Jakarta, cetakan II, 1998, hal 5-6)
    Rupanya antek-antek Abdullah bin Saba’ kini berleluasa menyebarkan missinya. Kelompok yang oknum-oknumnya diakui sebagai para pendukung tersebarnya aliran sesat di Indonesia itu juga merupakan kelompok yang ghuluw dalam menyanjung Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Contohnya adalah nyanyian mereka dalam pengajian-pengajian yang dikenal dengan nyanyian Ya Robbi bil Mushtofaa yang juga salah satu lagunya Hadad Alwi.

    Adakah fatwa Ulama tentang lagu ini?

    Tentang lagu ini sudah dikomentari oleh Syaikh Sholih Ibn Sa’ad Al-Suhaimi dan Syaikh Ubad Al-Jabri yang dapat dibaca di http://alfirqatunnajiyyah.blogspot.com/2012/02/yaa-thoybah.html
    Selain lagu “Yaa Thaybah” ini, lagu-lagu Hadad Alwi yang lainnya juga banyak mengandung unsur Syiah seperti “Ya Rabbibil Mustafa”, “Ummiy”, dan bahkan dalam videonya juga terdapat batu karbala yang digunakan sebagai atribut ritual Syiah sebagaimana dalam video klip “Yaa Thaybah” di atas. Wallahu’alam.
    (banan/arrahmah.com)
    - See more at: http://www.arrahmah.com/news/2015/05/05/perbedaan-lagu-yaa-thaybah-versi-syiah-hadad-alwi-dengan-versi-syaikh-misyari-rasyid1.html#sthash.ip5bUp75.dpuf

    Mengapa lagu ini terlarang bagi umat Islam?

    Lagu “Yaa Thaybah” versi Syiah dan Hadad Alwi terkontaminasi dengan bentuk kesyirikan dan ghuluw. Syirik karena memuji Ali, Hasan dan Husein radhiallahu anhum melebihi taraf normal sampai pada titik pengagungan laksana Tuhan. Ghuluw karena sastra yang dibawakan tidak seharusnya disandarkan kepada manusia.

    Di mana letak penuhanannya?

    Ada pada 3 kalimat berikut:
    Pertama,
    يَا دَوَالْعيَا نَا
    اِشْتَقْنَا لِكْ وَالْهَوَى نَادَانَا، وَالْهَوَى نَادَانَا
    Yaa dawal’ayanaa
    Wal hawaa nadaana, wal hawa nadaana
    Artinya:
    Wahai penyejuk mata kami. Kami telah merindukanmu dan hawa itu telah memanggil kami, dan hawa itu telah memanggil kami.
    Kedua,
    يَا عَلِىَّ يَاابْنَ اَ بِى طَا لِبْ
    مِنْكُمُ مَصْدَرُ المَوَا هِبْ
    Yaa ‘aliy yaa ibna abi thalib
    Minkummashdarul mawahib
    Artinya:
    Wahai Ali,wahai putera Abi Thalib darimu lah sumber keutamaan.
    Ketiga,
    يَا تُرَ ى هَلْ ءُرَى لِى حَاجِبْ
    Yaa tura hal ura liy haajib
    Artinya:
    Wahai engkau yang dilihat (maksudnya ‘Ali pada baris sebelumnya), apakah tirai menjadi penghalang bagiku (dari melihatmu).
    Sungguh jika dilihat pada tiga kalimat di atas, nyatalah mereka kufur kepada Allah. Tidak ada kerinduan mereka kepada Allah, mereka tidak ingat kepada Allah ketika mengucapkan kalimat-kalimat itu. Seakan-akan semua hidup dan mati hanya dipersembahkan untuk keluarga ‘Ali dengan melupakan Allah.
    Bagaimanapun, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah manusia biasa, bukan Tuhan. Di dalam nyanyian itu sampai disanjung sebegitu, dianggap, dari Ali lah sumber anugerah-anugerah atau bakat-bakat atau keutamaan-keutamaan. Ini sangat berlebih-lebihan alias ghuluw.
    Rasulullah Shalallahu alaihi wassallam bersabda: “Jauhilah olehmu ghuluw (berlebih-lebihan), karena sesungguhnya rusaknya orang sebelum kalian itu hanyalah karena ghuluw –berlebih-lebihan– dalam agama.” (HR Ahmad, An-Nasaai, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, dari Ibnu Abbas, Shahih)
    Bahkan Nabi Shallallahu alaihi wassallam sendiri melarang kita, umatnya, agar jangan terlalu berlebihan memuji dan memuja diri beliau. Pada diri beliau yang mulia saja terlarang, apalagi pada diri orang lain, tentu hal itu dilarang keras. Beliau bersabda:
    “Janganlah kalian memuji/menyanjung aku secara berlebihan, sebagaimana kaum Nasrani menyanjung Isa bin Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah ‘hamba Allah dan Rasul-Nya” (HR. Al-Bukhari (no. 3445), at-Tirmidzi dalam Mukhtasharusy Syamaa-il al-Mu-hammadiyyah (no. 284), Ahmad (I/23, 24, 47, 55), ad-Darimi (II/320) dan yang lainnya, dari Sahabat ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu)
    Telah bercerita kepada kami Al Humaidiy telah bercerita kepada kami Sufyan berkata, aku mendengar Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhu bahwa dia mendengar ‘Umar radliallahu ‘anhu berkata di atas mimbar, “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda: ‘Janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku (mengkultuskan) sebagaimana orang Nashrani mengkultuskan ‘Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka itu katakanlah ‘abdullahu wa rasuuluh (hamba Allah dan utusan-Nya”). (HR. Bukhari)
    Rasulullah, wahai orang yang terbaik di antara kami dan putera orang yang terbaik di antara kami! Wahai sayyid kami dan putera sayyid kami!’ Maka seketika itu juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    “Wahai manusia, ucapkanlah dengan yang biasa (wajar) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh syaithan, aku (tidak lebih) adalah Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak suka kalian mengangkat (menyanjung)ku di atas (melebihi) kedudukan yang telah Allah berikan kepadaku.” (HR. Ahmad (III/153, 241, 249), an-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 249, 250) dan al-Lalika-i dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlussunnah wal Jamaa’ah (no. 2675). Sanadnya shahih dari Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu)
    Ali radhiallahu anhu sendiri pernah disikapi seperti itu. Abdullah bin Saba’, pendeta Yahudi dari Yaman yang pura-pura masuk Islam, bekata kepada Ali: “Engkau lah Allah”. Maka Ali bermaksud membunuhnya, namun dilarang oleh Ibnu Abbas. Kemudian Ali cukup membuangnya ke Madain (Iran). Dalam riwayat lain, Abdullah bin Saba’ disuruh bertaubat namun tidak mau. Maka ia lalu dibakar oleh Ali (dalam suatu riwayat). (lihat Rijal Al-Kusyi, hal 106-108, 305; seperti dikutip KH Drs Moh Dawam Anwar, Mengapa Kita Menolak Syi’ah, LPPI Jakarta, cetakan II, 1998, hal 5-6)
    Rupanya antek-antek Abdullah bin Saba’ kini berleluasa menyebarkan missinya. Kelompok yang oknum-oknumnya diakui sebagai para pendukung tersebarnya aliran sesat di Indonesia itu juga merupakan kelompok yang ghuluw dalam menyanjung Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Contohnya adalah nyanyian mereka dalam pengajian-pengajian yang dikenal dengan nyanyian Ya Robbi bil Mushtofaa yang juga salah satu lagunya Hadad Alwi.

    Adakah fatwa Ulama tentang lagu ini?

    Tentang lagu ini sudah dikomentari oleh Syaikh Sholih Ibn Sa’ad Al-Suhaimi dan Syaikh Ubad Al-Jabri yang dapat dibaca di http://alfirqatunnajiyyah.blogspot.com/2012/02/yaa-thoybah.html
    Selain lagu “Yaa Thaybah” ini, lagu-lagu Hadad Alwi yang lainnya juga banyak mengandung unsur Syiah seperti “Ya Rabbibil Mustafa”, “Ummiy”, dan bahkan dalam videonya juga terdapat batu karbala yang digunakan sebagai atribut ritual Syiah sebagaimana dalam video klip “Yaa Thaybah” di atas. Wallahu’alam.
    (banan/arrahmah.com)
    - See more at: http://www.arrahmah.com/news/2015/05/05/perbedaan-lagu-yaa-thaybah-versi-syiah-hadad-alwi-dengan-versi-syaikh-misyari-rasyid1.html#sthash.ip5bUp75.dpuf
    mari kita simak lirik lagu “Yaa Thaybah” versi Syiah yang dibawakan oleh Hadad Alwi berikut:
    يَا طَيْبَة يَا طَيْبَة يَا دَوَالْعيَا نَا
    اِشْتَقْنَا لِكْ وَالْهَوَى نَادَانَا، وَالْهَوَى نَادَانَا
    Yaa thaybah, yaa thaybah, yaa dawal’ayanaa
    Isytaqnaa lika wal hawaa nadaana, wal hawa nadaana
    يَا عَلِىَّ يَاابْنَ اَ بِى طَا لِبْ
    مِنْكُمُ مَصْدَرُ المَوَا هِبْ
    يَا تُرَ ى هَلْ ءُرَى لِى حَاجِبْ
    عِنْدُكُمْ اَفضَلُل الغِلمَاَنَ اَفضَلُل الغِلمَاَ نَ
    Yaa ‘aliy yaa ibna abi thalib
    Minkumu mashdarul mawahib
    Yaa tura hal ura liy haajib
    ‘Indakum afdhalul ghilmana, afdhalul ghilmana
    اَسْيَادِي الْحَسَنْ وَالحُسيْنِ
    اِلَى النَّبِيِ قُرَّ ةْ عَيْنِ
    يَا شَبَا بَ الجَنَّتَيْنِ
    جَدُّكُمْ صَا حِبُ القُرْ آنَ صَا حِبُ القُرْ آنَ
    Asyadiy alhasan wal husaini
    Ila annabiy qurrata ‘aini
    Yaa syababal jannataini
    Jaddukum shahibul qurana, shahibul qurana.
    - See more at: http://www.arrahmah.com/news/2015/05/05/perbedaan-lagu-yaa-thaybah-versi-syiah-hadad-alwi-dengan-versi-syaikh-misyari-rasyid1.html#sthash.ip5bUp75.dpuf
    2. Menghilangkan Abu Bakar, Umar dan Ustman

    Sebenarnya ada pula versi qasidah Ya Thoybah yang populer di kalangan Sunni terutama pesantren-pesantren Nahdlatul Ulama. Bedanya, pada qasidah tersebut, setelah memuji Rasulullah kemudian memuji Abu Bakar, Umar dan Utsman. Sedangkan lagu Ya Thoybah versi Haddad Alwi meniadakan penyebutan Abu Bakar, Umar dan Utsman.

     3. Ada batu karbala di video klip

    Dalam video klip lagu Ya Thoybah versi Haddad Alwi terdapat syiar Syiah berupa menempatkan batu karbala di tempat sujud. Hal ini bisa dilihat pada menit ke 2:49. Ketika anak-anak shalat berjama’ah, tampak lempengan batu karbala di tempat sujud.

    Salah satu doktrin Syiah mengatakan ketika sujud, kepala harus menempel ke tanah (turab) dan tanah yang paling mulia adalah tanah karbala karena di sana ada darah Hasan dan Husein. (Syiahindonesia.com)

    Coba amati video ini pada menit ke 2:49







    tampak lempengan batu karbala di tempat sujud.
    sekali lagi amatilah, tampak lempengan batu karbala di tempat sujud pada menit 2:49.



    4. Lagu Haddad Alwi tak pernah menyebut Abu Bakar, Umar dan Utsman 

    Coba amati seluruh lagu Haddad Alwi, tidak satu pun yang menyebut dan memulikan Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Padahal mereka juga sahabat seperti Ali bin Abu Thalib. Padahal Abu Bakar dan Umar bin Khattab adalah mertua Rasulullah dan Utsman adalah menantu Rasulullah seperti halnya Ali bin Abu Thalib.

    Seperti diketahui, di antara ciri Syiah adalah memuja Ali bin Abi Thalib (bahkan yang ekstrem sampai menganggapnya sebagai Nabi yang benar) sekaligus mencela Abu Bakar, Umar dan Utsman. Tidak pernah Syiah memuliakan Abu Bakar, Umar dan Utsman kecuali dalam kondisi terpaksa berdusta (taqiyah). [Webmuslimah.com/syiahindonesia.com]

    Kebenaran hanya Milik Allah Ta'ala, dan kesalahan itu milik kami, Allah Ta'ala dan RasulNya berlepas dari kesalahan tersebut.
    Barakallaahu fiikum


    Penyusun : Yusuuf Arifin