Kamis, 03 Maret 2016

Seruan Hayya Alal Falah Juga Untuk Wanita?, Bersentuhan Kulit Membatalkan Wudhu

SERUAN 'HAYYA 'ALAL FALAH' JUGA UNTUK WANITA?


Pertanyaan.
Saya membaca majalah As-Sunnah edisi 08/XIII tentang arti 'hayya 'alal falâh'. Apakah seruan tersebut juga untuk wanita? Karena saya seorang wanita yang ditinggal suami, masjid kurang lebih 150 meter dari rumah, tetapi untuk jama'ah subuh saya sering tidak berangkat, sebab kadang merasa takut karena jalanan sepi, agak gelap, dan melewati kebun-kebun.

Jawaban.
Seruan tersebut asalnya umum, bagi laki-laki dan bagi wanita. Namun syari'at mengecualikan bagi para wanita, yaitu bahwa shalat wanita di rumahnya sendiri lebih utama, walaupun dia juga boleh pergi ke masjid dengan syarat memenuhi adab-adabnya. Dalil shalat wanita lebih baik di rumah adalah hadits di bawah ini:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَمْنَعُوْا نِسَاءَكُمْ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوْتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ

Dari Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullâh Shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah kamu melarang istri-istri kamu pergi ke masjid, namun rumah mereka lebih baik bagi mereka"[1].

Imam Syamsul Haq al-Abadi rahimahullah berkata menjelaskan makna sabda Nabi 'namun rumah mereka lebih baik bagi mereka', yaitu bahwa shalat para wanita di rumah mereka itu lebih baik bagi mereka daripada shalat mereka di masjid, jika mereka mengetahui hal itu. Tetapi, mereka tidak mengetahui sehingga mereka minta keluar menuju masjid dan meyakini bahwa pahala mereka di masjid lebih banyak. Sedangkan shalat mereka di rumah lebih baik karena aman dari fitnah (sebab keburukan), apalagi setelah tampak adanya tabarruj (memamerkan keindahan) dan perhiasan yang dilakukan oleh para wanita. Oleh karena itulah 'Aisyah Radhiyallahu anhuma mengatakan apa yang telah dia katakan."[2]

Adapun yang telah dikatakan oleh 'Aisyah Radhiyallahu anhuma adalah:

لَوْ أَدْرَكَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَحْدَثَ النِّسَاءُ لَمَنَعَهُنَّ الْمَسْجِدَ كَمَا مُنِعَهُ نِسَاءُ بَنِي إِسْرَائِيْلَ

Seandainya Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapati apa yang telah diada-adakan oleh para wanita, benar-benar beliau akan melarang mereka pergi ke masjid, sebagaimana para wanita Bani Isrâ'îl dahulu dilarang pergi ke masjid.[3]

Dan di antara adab pergi ke masjid bagi wanita adalah: meminta idzin suami, tidak memakai minyak wangi, segera keluar masjid dan pulang setelah imam mengucapkan salam, dan lainnya. Wallâhu a'lam.

BERSENTUHAN KULIT MEMBATALKAN WUDHU'?


Pertanyaan.
Apakah bersentuhan kulit antara laki-laki yang bukan mahram membatalkan wudhu' atau tidak? Manakah yang lebih râjih di antara keduanya? Dan apakah hadits yang mengatakan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mencium istrinya kemudian shalat tanpa berwudhu lagi , itu umum berlaku untuk kaum Muslimin juga? Jazâkallah khairan. `Abdullâh, Tangerang, 856912xxxxx

Jawaban
Tentang masalah laki-laki menyentuh perempuan apakah membatalkan wudhu’ terdapat 3 pendapat Ulama tentang hal ini: [4]

1. Membatalkan wudhu’. Ini merupakan pendapat Imam Syâfi'i dan Ibnu Hazm. Juga diriwayatkan dari Ibnu Mas'ûd Radhiyallahu anhu dan Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhu.

2. Membatalkan wudhu’ jika dengan syahwat. Ini merupakan pendapat Imam Mâlik rahimahullah dan Imam Ahmad rahimahullah di dalam riwayat yang masyhur darinya.

3. Tidak membatalkan wudhu’. Ini merupakan pendapat Imam Abu Hanîfah rahimahullah dan muridnya, yaitu Muhammad bin Hasan asy-Syaibâni. Juga pendapat Ibnu 'Abbâs, Thâwûs, Hasan Bashri, 'Athâ', dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Pendapat ketiga inilah yang rajih (kuat).

Pendapat kedua nampaknya tidak ada dalil yang mendukungnya. Pendapat pertama berdalil dengan firman Allah Azza wa Jalla :

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

Jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih).[ al-Mâidah/5:6]

Ibnu Mas'ûd dan Ibnu 'Umar c mengatakan bahwa makna 'menyentuh wanita' di sini adalah menyentuh kulit, bukan jimâ'.[5]

Namun Ibnu 'Abbâs Radhiyallahu anhu menyelisihi penafsiran di atas, dia berkata, " (Kata) mass, lams, mubâsyarah (semua artinya menyentuh-red) maksudnya adalah jimâ', tetapi Allah Azza wa Jalla menyebutkan dengan kinâyah (sindiran) apa yang Dia kehendaki dengan apa yang Dia kehendaki."[6]

Jika para Sahabat berbeda pendapat, maka kita memilih pendapat yang sesuai dengan al-Qur`ân dan Sunnah. Dan ternyata yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu. Karena banyak hadits yang menyebutkan bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dengan wanita tidak membatalkan wudhu'. Inilah di antara dalilnya:

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا قَالَتْ كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلاَيَ فِي قِبْلَتِهِ فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِي فَقَبَضْتُ رِجْلَيَّ فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamn , dia berkata, “Aku tidur di depan Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang sedang shalat-pen), dan kedua kakiku pada kiblat beliau. Jika beliau hendak bersujud, beliau menyentuhku dengan jarinya, lalu aku menarik kedua kakiku. Jika beliau telah berdiri, aku meluruskan kedua kakiku”.[7]

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنْ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِيْ عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Suatu malam aku kehilangan Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari tempat tidur, kemudian aku mencarinya, lalu tanganku mengenai kedua telapak kaki beliau sebelah dalam ketika beliau sedang di tempat sujud”.[8]

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa laki-laki menyentuh wanita, atau sebaliknya, tidak membatalkan wudhu' dan shalat. Jika batal tentulah Nabi tidak melanjutkan shalatnya. Demikian juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium istrinya kemudian tidak berwudhu', sebagaimana hadits berikut:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَهَا وَلَمْ يَتَوَضَّأْ

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma , bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menciumnya, dan beliau tidak berwudhu’ (lagi) [9].

Hadits ini juga berlaku bagi umat beliau. Karena semua yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga berlaku bagi seluruh umat beliau kecuali yang ditunjukan oleh dalil bahwa hal itu khusus bagi beliau. Sedangkan di sini tidak ada dalil pengkhususan, maka hukumnya juga berlaku bagi umat beliau. Wallâhu a'lam.

Peringatan: Perbedaan pendapat seperti ini tidak boleh dijadikan alasan saling membenci, menjauhi, dan memusuhi. Karena perselisihan ini sudah ada semenjak zaman Sahabat dan mereka tetap bersatu, maka kita juga harus demikian.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIII/1431/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. HR Abu Dâwud, no. 567; dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah
[2]. 'Aunul Ma'bûd Syarh Sunan Abi Dâwud, hadits no. 567
[3]. HR Abu Dâwud, no. 569; dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah
[4]. Shahîh Fiqh Sunnah 1/138-140
[5]. Riwayat at-Thabari, 1/502
[6]. Riwayat at-Thabari, no. 9581 dan Ibnu Abi Syaibah 1/166
[7]. HR al-Bukhâri, no. 382 dan lainnya
[8]. HR Muslim, no. 486 dan lainnya
[9]. HR Abu Dâwud, no. 178, dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar