Kamis, 03 Maret 2016

Syarah Hadits Arba’in Nawawiyyah, Hadits ke-10

Penjelasan Hadits Arbain Imam An Nawawi Kesepuluh: Doa dan Mengkonsumsi Barang yang Halal

Oleh: Asy Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى : ,يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً – وَقاَلَ تَعَالَى : , يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ – ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ . [رواه مسلم]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anha berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya Allah Maha Baik dan hanya menerima yang baik. Sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk (melakukan) perintah yang disampaikan kepada para nabi. Kemudian beliau membaca firman Allah, ‘Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amalan yang shaleh. ’ Dan firman-Nya, ‘Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami anugerahkan kepadamu. ’ Kemudian beliau menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh (lama), tubuhnya diliputi debu lagi kusut, ia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Ya Rabbku, ya Rabbku’. Akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, dan ia diberi makan dengan yang haram. Maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan.” [1] (HR. Muslim)
Penjelasan:
“Sesungguhnya Allah Maha Baik dan hanya menerima yang baik”. Yakni: Maha Baik pada dzat, sifat-sifat, dan perbuatan-Nya. Dan Dia hanya menerima yang baik, pada dzatnya dan dalam hal perolehannya. Adapun hal yang buruk pada dzatnya, contohnya khamr (minuman keras). Atau dalam hal perolehannya, contohnya adalah mendapatkan harta dengan jalan riba, maka Allah tidak menerima hal-hal tersebut.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kaum mu’minin untuk melakukan perintah yang disampaikan kepada para nabi.”
Lalu beliau membaca firman Allah subhanahu wata’ala,
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amalan-amalan yang shaleh.”
Allah memerintahkan kepada para rasul yang mana perintah ini juga berlaku untuk kaum mukminin, yaitu agar mereka memakan dari yang baik-baik, adapun yang jelek/busuk sesungguhnya hal itu diharamkan atas mereka, sebagaimana firman Allah di dalam mensifatkan untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (Al A’raaf: 157).
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan seseorang yang memakan barang haram bahwasanya ia akan terjauhkan dari terkabulkan doanya, walaupun ia mendapati sebagian sebab terkabulnya doanya, seperti melakukan safar yang panjang dan berdebu, menengadahkan kedua tangannya ke langit, dan memohon, “Wahai Rabb, wahai Rabb”, (akan tetapi) makanan, minuman, pakaian, dan ditumbuhbesarkan oleh hal-hal yang haram, maka dari mana akan terkabulkan doanya. Orang lelaki ini bersifat dengan empat sifat:
1. Bahwasanya ia melakukan safar yang panjang dan safar itu merupakan tempat dikabulkannya doa bagi orang yang berdoa.
2. Bahwasanya rambutnya kusut masai berdebu, dan Allah subhanahu wata’ala berada di hadapan orang-orang yang hati mereka itu luluh redam karenanya dan Dia memandang kepada hamba-Nya pada hari Arafah seraya berfirman, “Mereka mendatangiKu dalam keadaan kusut masai berdebu.” [2]Dan kondisi ini juga berfungsi sebagai sebab dikabulkannya doa.
3. Bahwasanya ia menengadahkan kedua tangannya ke langit dan membentangkan kedua tangan ke langit, itu juga penyebab diijabahinya doa, karena sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala malu kepada hamba-Nya, apabila ia mengangkat kedua tangannya kemudian menolaknya (tidak mengabulkannya). [3]
4. Doanya kepada-Nya (Wahai Rabb, Wahai Rabb) ini adalah bentuk tawassul kepada Allah dengan kerububiyahan-Nya, dan itu bagian dari sebab terkabulkannya doa, akan tetapi doanya tidak dikabulkan, dikarenakan makanan, minuman, pakaiannya, serta dagingnya tumbuh dari barang yang haram, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganggapnya jauh untuk dikabulkannya doa tersebut. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan.”
Faedah yang bisa diambil dari hadits ini adalah:
1. Tersifatinya Allah dengan sifat Ath Thayyib secara dzat dan perbuatan.
2. Pensucian Allah subhanahu wata’ala dari segala bentuk kekuarangan.
3. Bahwa amalan itu ada yang diterima dan ada pula yang tidak diterima.
4. Bahwa Allah subhanahu wata’ala telah memerintahkan kepada para hamba-Nya, baik dari kalangan para rasul atau umatnya untuk makan dari makanan yang baik dan mensyukuri Allah subhanahu wata’ala dengannya.
5. Bersyukur merupakan amalan shaleh, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala,
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amalan-amalan yang shaleh.”
Dan Allah subhanahu wata’ala berfirman untuk orang-orang mukmin,
كُلُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُواْ لِلّهِ
“Makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah.” (Al Baqarah: 172)
Maka ini menunjukkan bahwa bersyukur adalah amalan shaleh.
6. Termasuk persyaratan dikabulkannya doa ialah menjauhi makanan yang diharamkan, sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang orang yang makanan, pakaian, dan dagingnya yang ditumbuhkan dengan barang-barang haram, “Maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan.”
7. Di antara penyebab dikabulkannya doa adalah seseorang berada di dalam safar.
8. Di antara penyebab dikabulkannya doa adalah mengangkat kedua tangannya kepada Allah.
9. Di antara penyebab dikabulkannya doa adalah bertawassul kepada Allah dengan kerububiyahan karena dengan itulah Allah menciptakan makhluk-Nya dan mengatur.
10. Bahwasanya para rasul juga dibebani untuk menjalankan ibadah-ibadah sebagaimana kaum mukminin juga demikian.
11. Wajibnya bersyukur kepada Allah atas segala kenikmatan-Nya sesuai dengan firman-Nya, “Dan bersyukurlah kepada Allah.”
12. Seyogyanya bahkan wajib bagi setiap manusia untuk menjalankan sebab-sebab yang dengan sebab-sebab itu diperolehnya maksud dan menjauhi sebab-sebab yang menjadikan terhalangnya apa yang dimaukan.
Catatan kaki:
[1] Shahih. Dikeluarkan oleh Muslim (Az Zakah/1015/Abdul Baqi)
[2] Shahih. Lihat Shahihul Jami’ (1360, 1867, 1868)
[3] Shahih. dikeluarkan oleh Abu Dawud (Ash Shalat/1488), At Tirmidzi (Ad Da’awadi/3556), Ibnu Majah (Ad Du’a/3865), dan dishahihkan Al Albani di dalam Shahih Ibnu Majah 3117.
(Dinukil untuk Blog Ulama Sunnah dari Syarah Arbain An Nawawiyah oleh Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, penerjemah Abu Abdillah Salim, Penerbit Pustaka Ar Rayyan. Silakan dicopy dengan mencantumkan URL http: //ulamasunnah.wordpress.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar